KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan
syukur bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah limpah kepada baginda Rasul, yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah tentang
sifat-sifat kepemimpinan ini, Terutama sekali
dimaksudkan untuk menjadi salah satu bahan bacaan dan memenuhi salah satu tugas
Mata Kuiliah Tafsir.
Dalam penyusunan
makalah ini ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang membantu
baik secara moril maupun materil kepada:
1. Bpk.
Drs.H.Undang Burhanudin
2. Teman-teman kerja yang selalu memberikan motivasi dan
dorongan.
Tak lupa kami
memohon maaf karena makalah ini jauh dari kesempurnaan, Maka penulis
mengharapkan saran yang bersifat
membangun.
Bandung, 11 Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... ...... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
2.1.
Q.S. Ali-Imran ayat 159……………………………………….. ...
2
2.2. Q.S Al Baqarah ayat 247....................................................................... 3
2.3.
Q.S An Nisa ayat 58.............................................................................. 6
2.4.
Q.S Al Fath ayat 29............................................................................... 9
2.5.
Analisis Kelompok............................................................................... 34
BAB III PENUTUP............................................................................................. 16
3.1.
Simpulan.............................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Agama Islam
merupakan agama yang terbesar di dunia yang merupakan Rahmatan lil ‘alamin,
rahmat bagi semesta alam. Islam bukanlah agama kekerasan ataupun agama terror
sebagaimana disalahpahami selama ini. Islam adalah agama yang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia yang nyata dan mendasar serta mencakupi bagi setiap
orang dan tetap akan abadi.
Islam adalah
agama wahyu yang terakhir, dank arena itu ia merupakan yang paling lengkap.
Dengan datangnya agama ini, agama-agama sebelumnya dihapuskan, sebab dengan
datangnya suatu aturan yang lengkap, maka tidak diperlukan lagi aturan yang
tidak lengkap.
Manusia sebagai
makhlukAllah yang membutuhkan Dia di dalam seluruh kehidupannyam juga harus
menyerahkan kehendaknya serta keinginannya kepada kehendak yang maha kuasa.
Tunduk patuh kepada Allah tidak berarti menghinakan diri pribadi atau menolak
intelektualitas manusia, namun berarti mempercayakan pengetahuan,
kebijaksanaan, dan keadilan kepada Sang Pencipta.
Begitu juga
dalam masalah kepemimpinan baik dalan memimipin dirinya atau lebih luas lagi
memimpin umat.. Al-Quran menekankan pentingnya kepemimpinan didalam Islam.
Allah berfirman,
tPöqt (#qããôtR ¨@à2 ¤¨$tRé& ÷LÏiÏJ»tBÎ*Î/ ( ô`yJsù uÎAré& ¼çmt7»tFÅ2 ¾ÏmÏYÏJuÎ/ Í´¯»s9'ré'sù tbrâätø)t óOßgt7»tGÅ2 wur tbqßJn=ôàã WxÏFsù
“
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) kami panggil tiap umat dengan
pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan Kitab amalannya di tangan kanannya
Maka mereka Ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya
sedikitpun.”
Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dipinta
pertanggungjawabannya. Dalam memilih seorang pemimpin haruslah selektif, harus
pandai-pandai memilihnya. Dan sifat-sifat atau criteria itu banyak terdapat
dalam Al-Quran, dan bahkan Makhluk atau pemimpin yang paling baik akhlaknya dan
harus kita tiru iyalah Rasulullah
Inilah yang harus kita terapkan dalam kehidupan, kita harus
pandai-pandai sedikitnya memimpin diri kita sendiri dalam menjalankan perintah
dan larangan Allah.
1.2 Rumusan Masalah
Telah kita ketahui bahwa Al-Quran pada prisipnya mengatur
segala urusan manusia salah satu urusan dalam kepemimpina manusia. Maka
berujuna dari latar belakang masalah diatas timbulah suatu rumusan diantaranya:
1.
Menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan
sifat-sifat atau karakteristik seorang pemimpin !!
2.
Bagaimana pemdapat para Mufasir dalam menanggapi ayat-ayat
Al-Quran itu?
3.
Analisis Kelompok tentang sifat-sifat kepemimpinan yang terkandung dalam Al-Quran
!!
BAB
II
PEMBAHASAN
Ayat-Ayat Al-Quran Tentang
Karakteristik / Sifat-Sifat Seorang Pemimpin
2.1 Q.S. Ali-Imran
ayat 159
$yJÎ6sù
7pyJômu
z`ÏiB
«!$#
|MZÏ9
öNßgs9
( öqs9ur
|MYä.
$àsù
xáÎ=xî
É=ù=s)ø9$#
(#qÒxÿR]w
ô`ÏB
y7Ï9öqym
( ß#ôã$$sù
öNåk÷]tã
öÏÿøótGó$#ur
öNçlm;
öNèdöÍr$x©ur
Îû
ÍöDF{$#
( #sÎ*sù
|MøBztã
ö@©.uqtGsù
n?tã
«!$#
4 ¨bÎ)
©!$#
=Ïtä
tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
ÇÊÎÒÈ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.”
1. Tafsir Al-Azhar
karya Prof. Dr. Hamka
Syura sebagai sendi masyarakat
Islam
Secara
de facto masyarakat Muslimin madinah telah tumbuh sebagai suatu kenyataan. Dan
dengan sendirinya Rasul utusan Tuhan telah menjadi kepala Masyarakat itu, jadi panglima perang tertinggi. Yang jadi
Undang-undang Dasar yaitu Wahyu Illahi yang tidak boleh diganggu gugat,, tetapi
pelaksanaannya terserah kepada kebijaksanaan Rasul sebagai kepala dan pemimpin
masyarakat.
Urusan
telah beliau tegaskan pembagiannya, yaitu urusan agama dan urusan dunia. Mana
yang mengenai urusan agama, yaitu ibadat, syariat dan hokum dasar, itu adalah
dari Allah. Muhammad memimpin dan semua wajib tunduk. Tetapi urusan yang
berkenaan dengan dunia, misalnya perang dan damai, menjalanakan ekonomi,
ternak, bertani, dan hubungan hubungan biasa anatara manusia (hubungan relation) hendaklah
dimusyawarahkan. Berdasar kepada pertimbangan maslahat (apa yang lebih baik untuk umum) dan mafsdat (apa yang membahayakan).
Sebelum
perintah kepada Nabisupaya melakukan rmusyawarah ini, sebenarnya Nabi pun telah
melaksakannya berkali-kali sebagai kebojaksanaan sendiri dalam menghadapi soal
bersama.
Ketika
akan menghadapi peperangan badar, beliau ajak bermusyawarah terlebih dahulu
orang muslimin. Setelah semuanya bulat semufakat beliau ajak pula orang Anshr.
Setelah kedunya buat pendapat, barulah perang beliau teruskan.
Setelah
sampai di medan perang timbul
Musyawarah,. Sahabat-sahabat beliau telah mengerti, bahwa urusan yang engenai
agama semata, hendaklah patuh mutlak. Tetai dalam hal ini mereka ragu, apakah
itu utermasuk Wahyu Allah atau termasuk siasat perang, mereka tanyakan kepada
Rasul. . demikianlah yang dilakukan
Al-Habab bin Al-Mundzir bin Al-Jumawwah seketika angkatan perang disuruh
berhenti oleh Rasul ditempat yang jauh dari air. Lalu dia bertanya:”Ya Rasul Allah! Seketika tempat ini engkau
pilih, apak dia sebagai perintah Allah, sehingga kami tidak boleh mendahuluinya
atau membelakanginya, atau ini hanya semata-mata pendapat sendiri dalam rangka
peperangan dan siasat?”
Rasul
menjawa:”Cuma pendapat sendiri, dalam rangka berperang dan siasat.”
Al-Habab
menyambut lagi :”Kalau demikian Ya
Rasululla, tempat ni tidaklah layak. Masilah perintahkan orang semua, kita
pindah ketempat yang berdekatan dengan airm sebelum musuh dating , sehingga
kitalah yang menentukan.”
Rasulullah
menjawab :”Usulmu itu sangat tepat”
Lalu
beliau perintahkan segera mengusai tempat itu sebelum musuh mendudukinya.
Inilah
hasil musyawarah dan hasil iman serta percaya kepada Rasul, bertanya lebih
dahulu asakah mereka bentuk mencampuri komando beliau dalam saat demikian.
Beliaupun menjawab pula dengan tugas dan jujur, bahwa itu ukan Wahyu, melainkan
hasil pertimbangan buah pikiran beliau sendiri yang kalau ternyata salah, boleh
diganti dengan yang lain yang lebih baik.
Setelah
habis perang badar dab terdapat 70 orang tawanan, beliau adakan pula telebih
dahulu musyawarah bersama Abu Bakar dan Umar dengan mempertimbangkan tentang
sikap yang harus diambil tehadap oaring-orang tawanan itu, dibebaskankah
semuanya, atau dibunuh semuanya atau diberi kesempatan untuk menebus diri.
Kemudian
setelah akan menghadapi perang uhud, segeralah beliau panggil segenap pejuang
berkumpul. Diajak bermusyawarah apakah musuh akan dinanti didalam kta saja,
atau akan keluar bersama dan bertempur diluar kota.
Beliau
berpendapat dinanti saja dengan mempertahankan kota. Abdullah bin Ubany
sependapat dengan beliau. Tetapi suara yang terbanyak ialah supaya keluar dan
bertempur diluar kota. Akhirnya suara terbanyak itulah yang ditetapkan dan
beliau lekatkanlah pakaian neliau. Setelah ada yang ingin menijau kembali usul
mereka dan \bertahan didalam kota saja menuruti pikiran Rasul, neliau marah dan
keluarlah perkataan beliau yang terkenal, bahwa pantang bagi seorang Nabi
menanggalkan pakaian perangnya kembali apabila telah lekat.sebelum diberi ketentuan
oleh Allah. Atau musuh dapat dihancurkan, atau beliau yang tewas. Dan setelah
selesai peperangan yang merugikan itu, sekali-kali tidak belliau menyatakan
penyesalannya, bahwa jika pendapat yang dituruti niscaya tidak akan kalah. Yang
beliau sesali ialah yang ditegur Tuhan dalam ayat-ayat pada Surat ali-Imran
ini, sedang sebabnya hanyalah karena ada yang tidak patuh kepada disiplin.
Dengan
ayat yang tengah kita tafsirkan ini yang didahului pula oleh ayat 38 Surat 42
(as-Syura), jelaslah bahwa Syura atau musyawarah jadi pokok dalam pembangunan
masyarakat dan negara Islam. Inilah dasar politik pemerintahan dan pimpinan
negara, masyarakat dalam perang dan damai, ketika aman atau ketika terancam
bahaya. Pada ayat 38 Surat as-Syura itu terang sekali, bahwa musyawarah itu
pasti timbul karena adanya jamaah. Tiap muslim mukmin selalu menyediakan diri
untuk menjunjung tinggi panggilan Tuhan, lalu mereka mengerjakan shalat
bersama-sama. Akan mengerjakan shalat saja sudah mulai ada musyawarah, yaitu
memilih siapa yang akan menjadi imam jamaah dalam kalangan mereka. Dengan
suburnya jamaah timbullah usaha mengerjakan atau mengeluarkan harta untuk
keperluan umum. Jika ayat perintah mengajak bermusyawarah itu baru turun
sesudah perang Uhud, sesungguhnya dasar musyawarah telah ditanamkan sejak dari
mulai zaman Makkah sebab Surat as-Syura diturunkan di Makkah.
“Apabila telah bulat
hatimu, maka tawakkallah kepada Allah; sesungguhnya Allah amat suka kepada
orang-orang yang
bertawakal. ”(ujung ayat 159).
Perhatikanlah
kembali, di dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul s.a.w supaya mengajak
orang-orang itu bermusyawarah. Wasyawirhum fil amri. Di sini jelas, bahwa
beliau adalah pemimpin, kepadanya datang perintah supaya mengambil prakarsa
mengadakan musyawarah itu. Setelah semua pertimbangan beliau dengarkan dan
pertukaran pikiran tentang mudharat dan manfaat sudah selesai, niscaya beliau
sudah mempunyai pertimbangan dan penilaian. Setelah itu baru beliau mengambil
keputusan. Suasana yang demikianlah yang di dalam B.Arab dan di dalam ayat ini
dinamai “Azam”yang kita artikan bulat hati. Sebab “ya”atau “tidak”. Sebab
keputusan terakhir itulah yang menentukan dan itulah tanggung jawab pemimpin.
Pemimpin yang ragu-ragu mengambil keputusan adalah pemimpin yang gagal. Di
sinilah Rasulullah diberi pimpinan, bahwa kalau hati telah bulat, azam telah
padat, hendaklah ambil keputusan dan bertawakallah kepada Allah. Tidak boleh
ragu, tidak boleh bimbang dan hendaklah menanggung segala resiko. Serta untuk
lebih menguatkan hatiyang telah berazam itu hendaklah bertawakal kepada Allah.
Artinya, bahwa perhitungan kita sebagai manusia sudah cukup dan kitapun
percaya, bahwa di atas kekuatan dan ilmu manusia itu ada lagi kekuasaan
tertinggi lagi mutlak dari Tuhan. Dialah yang sebenarnya menentukan.
Pada
saat demikian Pemimpin memutuskan dan
ahli Syura semuanya patuh dan tunduk.
Ayat
ini diamalkan oleh Rasul sebelum diturunkan. Di sini bertemu lagi kemuliaan
Rasul di sisi Tuhan.
Beliau
bermusyawarah terlebih dahulu, apakah musuh akan dinanti dengan bertahan dalam kota
atau dinanti di luar Beliau sendiri berpendapat bertahan dalam kota atau
dinanti ! tetapi beliau kakah suara. Beliau tunduk kepada suara terbanyak sebab
beliau yakin, bahwa semangat pemuda-pemuda itu, meskipun pendapat mereka tidak
sama dengan pendapat beliau, jauh lebih baik dapat dipercaya semangat Abdullah
bin Ubay, meskipun Abdullah bin Ubay sependapat dengan beliau.
2. Tafsir
Al-Maroghi jilid IV
Sesungguhnya
memang telah ada di antara para sahabatmu orang-orang yang berhak mendapatkan
celaan dan perlakuan keras, ditinjau dari segi karakter manusia. Sebab mereka
telah melakukan kesalahan yang berakibat kekalahan, sedangkan peperangan itu
dilakukan oleh semuanya. Tetapi sekalipun demikian, engkau (Muhammad) tetap bersikap
lembut terhadap mereka, dan engkau perlakukan mereka dengan baik. Semua itu
berkat rahmat yang di turunkan Allah ke dalam hatimu, dan Allah mengkhususkan
hal itu hanya untukmu. Karena Allah telah membekalimu dengan akhlak-akhlak
Al-Quran yang luhur, di samping hikmah-hikmah-Nya yang agung. Dengan demikian,
musibah-musibah yang engkau alami sangat mudah dan enteng dirasakan.
Andaikata
engkau (Muhammad) bersikap kasar dan galak dalam muamalah dengan mereka (kaum
muslimin), niscaya mereka akan bercerai (bubar) meninggalkan engkau dan tidak
menyenangimu. Sehingga engkau tidak bisa menyampaikan hidayah dan bimbingan
kepada mereka ke jalan yang lurus.
Hal
itu karena maksud dan tujuan utama diutusnya para rasul ialah untuk
menyampaikan syari’at-syari’at Allah kepada umat manusia. Hal itu jelas tidak
akan tercapai selain mereka bersimpati kepada para rasul, dan jiwa mereka
merasa tenang dengan para rasu. Semua itu akan terwujud jika sang rasul
bersikap pemurah dan mulia, melupakan semua dosa yang dilakukan oleh seseorang,
serta memaafkan kesalahan-kesalahannya. Rasul haruslah bersifat lemah lembut
terhasap orang yang berbuat dosa, membimbingnya ke arah kebaikan, bersikap belas kasih, lantaran
ia sangat membutuhkan bimbingan dan hidayah.
Tempuhlah
jalan musyawarah dengan mereka, yang seperti biasanya engkau lakukan dalam
kejadian-kejadian seperti ini, dan
berpegang teguhlah padanya. Sebab mereka itu meski berpendapat salah dalam
musyawarah, memang hal itu merupakan suatu konsekuensi untuk mendidik mereka,
jangan sampai hanya menuruti pendapat seorang pemimpin saja, meski pendapat
pemimpin itu benar dan bermanfaat pada permulaan dan masa depan pemerintah
mereka. Selagi mereka mau berpegang pada sistem musyawarah itu, Insya Allah
akan selamat dan membawa kemaslahatan bagi semuanya.
Sebab
jamaah itu jauh kemungkinan dari kesalahan dibandingkan pendapat perseorangan
dalam berbagai banyak kondisi. Bahaya yang timbul sebagai akibat dari
penyerahan masalah umat terhadap pendapat perseorangan, bagaimanapun kebenaran
pendapat itu, akibatnya akan lebih berbahaya dibandingkan menyerahkan urusan
kepada pendapat umum.
Hal
itu mengingat, bahwa di dalam musyawarah silang pendapat selalu terbuka,
apalagi jika orang-orang yang terlibat terdiri dari banyak orang. Oleh sebab
itulah Allah memerintahkan nabi agar memantapkan peraturan itu, dan
mempraktekannya dengan cara yang baik. Nabi saw, manakala bermusyawarah dengan
para sahabatnya senantiasa bersikap tenang dan hati-hati. Beliau memperhatikan
setiap pendapat, kemudian mentarjihkan suatu pendapat dengan pendapat lain yang
lebih banyak maslahat dan faedahnya bagi kepentingan kaum muslimin, dengan
segala kemampuan yang ada.
Memang
Nabi saw, selalu berpegang pada musyawarah selama hidupnya dalam menghadapi
semua persoalan. Beliau selalu bermusyawarah dengan mayoritas kaum muslimin,
yang dalam hal ini beliau khususkan dengan kalangan ahlur ra’yi dan
kedudukan dalam menghadapi perkara-perkara yang apabila tersiar akan
membahayakan umatnya.
Beliau
pernah melakukan musyawarah pada waktu pecah perang Badar, setelah diketahui
bahwa orang-orang Quraisy telah keluar dari Mekah untuk berperang. Nabi pada
waktu itu tidak menetapkan suatu keputusan sebelum kaum muhajirin dan Ansar
menjelaskan isi persetujuan mereka. Juga musyawarah yang pernah beliau lakukan
sewaktu menghadapi perang Uhud, seperti yang telah diketahui dari pembahasan
yang lalu.
Demikianlah,
Nabi saw selalu bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam menghadapi
masalah-masalah penting, selagi tidak ada wahyu turun mengenai hal itu. Sebab
jika ternyata Allah menurunkan wahyu, wajiblah Rasulullah melaksanakan perintah
Allah yang terkandung dalam wahyu itu. Nabi saw tidak mencanangkan
kaidah-kaidah dalam bermusyawarah, karena bentuk musyawarah itu berbeda-beda
sesuai dengan sikon masyarakat, serta sesuai dengan perkembangan zaman dan
tempat. Sebab seandaimya nabi mencanangkan kaidah-kaidah musyawarah maka pasti
hal itu akan di ambil sebagai Dien oleh kaum muslimin dan mereka
berupaya untuk mengamalkannya pada segala zaman dan tempat.
Oleh
karena itulah, ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, para sahabat
mengatakan bahwa Rasulullah saw sendiri rela sahabat Abu Bakar menjadi pemimpin
agama kami, yaitu tatkala beliau sakit dan memerintahkan Abu Bakar mengimami
salat. Lalu mengapa tidak rela padanya dalam urusan duniawi kita.
Tetapi
para khalifah sesudah Abu Bakar tidak mengikuti yang sama terlebih lagi pada
masa pemerintahan khalifah Abasiyyah, yang waktu itu sebagian besar kalangan
selain Arab mempunyai pengaruh amat besar dalam kerajaannya.
Sesudah
itu, hal seperti itu tetap berlangsung di kalangan para raja kaum muslimin,
yang juga menyertakan para ulama agama (Islam) dalam hal musyawarah. Hal itu
mengundang prasangka buruk dari kalangan non-Islam, mereka beranggapan
kekuasaan di dalam Islam merupakan kekuasaan diktator belaka, sedangkan
musyawarah adalah semacam ikhtiyar (kebebasan berpendapat). Tetapi
tuduhan itu jelas jauh dari kebenaran atau keliru besar. Terlebih lagi setelah
Al-Quran menjelaskan masalah musyawarah dan memerintahkan nabi agar berpegang
padanya. Adapun nabi adalah orang ma’sum dari hawa nafsu.
Apabila
hatimu telah bulat dalam mengerjakan sesuatu, setelah hal itu telah
dimusyawarahkan, serta dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya, maka
bertakwalah kepada Allah. Serahkanlah segala sesuatu kepada-Nya, setelah
mempersiapkan diri dan memiliki sarana yang cukup untuk meniti sebab-sebab yang
telah dijadikan oleh Allah SWT.
Hanya
kepada Allah mereka mempercayakan segala urusannya, maka Allah menolong dan
membimbing kepada yang lebih baik, sesuai dengan pengertian cinta ini.
Imam
Ar-Razi mengatakan, ayat ini menunjukan bahwa pengertian tawakkal bukan berarti
manusia harus melupakan andil dirinya, seperti yang dikatakan oleh sebagian
kaum juhala. Apabila demikian pengertiannya, berarti perintah
bermusyawarah bertentangan dengan prinsip tawakal. Tetapi pengertian sebenarnya
tawakkal ialah hendaknya seseorang dalam berusaha selalu memperhatikan
sebab-sebab lahiriyah yang bias mengantarkannya ke arah keberhasilan. Hanya
saja janganlah percaya sepenuh hati terhadap sebab-sebab lahiriyah tersebut.
Bahkan ia harus berkeyakinan bahwa yang dilakukannya hanyalah untuk memelihara
hikmah Ilahi semata.
3. Tafsir
Al-Jalalain hal 274 karya Jalaludin
(Maka
berkat) ma merupakan tambahan (rahmat
dari Allah kamu menjadi lemah lembut) hai Muhammad (kepada mereka) sehingga kamu hadapi pelanggaran mereka tehadap
perintahnu itu dengan sikap lunak (dan sekiranya kamu bersikap keras) artinya
akhlakmu jelek tidak terpuji (dan berhati
kasar) hingga kamu mengambil tindakan keras tehadap mereka (tentulah mereka akan menjauhkan diri dari
sekelilingmu, maka maafkanlah mereka) atas kesalahan yang mereka perbuat (dan mintakanlah ampun bagi mereka) atas
kesalahan-kesalahan itu hingga Kuampuni (serta
berundinglah dengan mereka) artinya mintalah pendapat atau buah pikiran
mereka (mengenai urusan itu) yakni
urusan peperangan dan lain-lain demi mengambil hati mereka, dan agar umat
meniru sunnah dan jejak langkahmu, maka Rasulullah saw, banyak bermusyawarah
dengan mereka (kemudian apabila kamu
telah berketetapan hati) untuk melaksanakan apa yang kamu kehendaki setelah
bermusyawarah itu, (maka bertakwalah
kepada Allah) artinya percaya kepada-Nya.- .(sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal) kepadanya.
4. Tafsir Al-Maraghi hal 232 karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi
Fa bima rahmatin minallahi linta lahum (maka berkat rahmat Allah-lah kamu
bersikap lemah lembut kepada mereka), yakni: Berkat rahmat yang besar untuk
mereka dari Allah, rahmat itu mengait kepada hati Muhammad dan dikhususkannya
dengan akhlak yang mulia. Bersikap lunak dan bergaul dengan merekadengan kasih
sayang dan kelembutan, sekalipun diantara mereka ada yang menyalahi perinatah.
Wa lau kunta fazhzhan (dan kalaulah kamu bersikap keras) dan
kaku dalam berkata atau berbuat ketika bergaul.
Ghalidhal qalbi (serta keras hati) dan tidak lembut,
yakni buruk akhlak, tak dapat dipengaruhi oleh apapun. Terkadang ada manusia
yang akhlaknya tidak buruk dan tidak menyakiti orang lain, akan tetapi ia tidak
bersikap lunak kepada sesamanya dan tidak menyayangi mereka. Jelaslah terdapat
perbedaan manusia biasa dengan nabi.
Lan fadldlu min haulika (niscaya mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu), yakni, niscaya mereka akan menjauh dari sisimu, mereka tidak akan
tenang bersamamu, dan mereka kembali ke lembah kehinaan.
Fa’fu ‘anhum (maka maafkanlah mereka) atas apa-apa
yang berkaitan dengan hakmu sebagaimana Allah telah memaafkannya.
Wastahfir lahum (dan mohonkanlah ampun untuk mereka)
atas apa-apa yang berkaitan denga hak-hak Allah Ta’ala,, sebagai tanda
kesempurnaan kasih sayangmu kepada mereka dan untuk menyempurnakan kebijakanmu
kepada mereka.
Wa syawirhum fil amri (dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalan urusan itu), yakni galilah pendapat-pendapat mereka dan ketahuilah apa
yang ada pada mereka tentang persoalan perang, baik mengenai perang Uhud atau
yang lainnya, yang akan dilaksanakan. Musyawarah itu biasanya untuk
mengemukakan pendapat mereka, memperbaiki hati mereka, meninggikan gengsi
mereka, dan untuk member pola dasar mereka kepada umat bahwa musyawarah itu
sunnah.
Fa idza ‘azamta (apanila kamu telah membulatkan tekad)
sebagai buah dari musyawarah atas suatu persoalan dan dirimu merasa puas
dengannya.
Fa tawakal ‘alallahi (maka bertawakallah kepada Allah)
dalam menunaikan urusanmu sesuai dengan cara yang lebih terarah dan lebih baik,
sebab sesuatu yang paling baik buatmu tidak dapat kamu ketahui karena hanya
diketahui oleh Allah semata dan tidak dapat diketahui melalui musyawarah.
Inallaha yuhibul mutawakkilin (sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang tawakal) kepada Allah Ta’ala, Allah menunjukanmu dan
menolongmu kepada Sesutu yang mengandung kebaukan dan kemaslahatan bagimu.
Tawakkal artinya menyerahkan segala urusan kepada Allah dan yakkin sepenuhnya
kepada pengaturan-Nya.
Al-Iman berkata : “Tawakal itu bukan berarti menyia-nyiakan
diri, sebagaimana dikatakan oleh sebagian orang-orang yang bodoh. Jika artinya
demikian niscaya perintah musyawarah ditiadakan Karena sudah diperintahkan
bertawakal. Akan tetapi tawakal ialah memelihara factor-faktor penyabab yang bersifat
lahiriah, namun hati jangan percaya penuh kepada faktor-faktor tersebut akan
tetapi ia harus percaya kepada perlindungan Allah”.
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa para sahabat Nabi saw, akan
kocar kacir meninggalkan Nabi apabila Nabi bersikap kasar dan berhati keras,
padahal mendekati Nabi berarti Taqarub sedangkan menjauhinya berarti kafir.
Bagaimana mungkin orang yang hatinya keras, bahasanya kasar akan dijadikan
pemimpin, akan diikuti dan ditaati. Perkataan yang lemah lembut akan menembus
ke dalan hati, lebih cepat mendapat respond an lebih memotivasi perbuatan
ta’at. Oleh karena itu Allah menyuruh Musa dan Harun agar berbicara lemah
lembut. Allah berfirman :
wqà)sù
¼çms9
Zwöqs%
$YYÍh©9
¼ã&©#yè©9
ã©.xtFt
÷rr&
4Óy´øs
ÇÍÍÈ
“
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
Mudah-mudahan ia ingat atau takut.”(QS
Thaha:44)
Al-Imam berkata dalam tafsirnya :
“perkataan lenbut dan penyayang hanya
dapat dilakukan bila tidak menyebabkan tersia-sianya hak-hak Allah. Apabila hal
iti berdampak demikian, maka kata-kata yang lembut dan santun tidak boleh
dilakukan. Allah Ta’ala berfirman:
$pkr'¯»t
ÓÉ<¨Z9$#
ÏÎg»y_
u$¤ÿà6ø9$#
tûüÉ)Ïÿ»oYßJø9$#ur
õáè=øñ$#ur
öNÍkön=tã
4
“Hai
nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. “(QS
At-Taubah:73)
Jelasnya demikian, bahwa bersikap amat
lembut dan bersikap amat kasar adalah dicela, sedangkan yang u tama adalah di
tengah-tengah. Adakalanya perintah dating dengan nada keras dan lain kali
dengan bersifat melarang, hal itu tiada lain untuk menghindarkan sifat
berlebih-lebihan atau sikap menyepelekan. Maka bersikaplah tengah-tengah karena
itulah jalan yang lurus. Alllah memuji orang yang bersikap tengah-tengah,
firmannya:
y7Ï9ºxx.ur
öNä3»oYù=yèy_
Zp¨Bé&
$VÜyur
“
Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan(tengah-tengah).”(QS
Al-Baqarah :143)
Ketahuilah bahwa tujuan mengutus
seorang Rasul ialah supaya dia menyampaikan hukum Allah kepada makhluk. Tujuan
ini tidak akan lancer kecuali apabila hati makhluk (manusia) cenderungkepada
rasul dan jiwa mereka merasa tenang kepadanya. Hal ini tidak akan berhasil
kecuali apabila Rasul itu mulia, penyayang, mengampuni kesalahan-kesalahan
mereka, memaafkan keburukan mereka serta mempelakukan mereka dengan cera-cera
khusus nuntuk kebaikan dan kesempurnaan dan kasih sayang. Oleh karena sebab-sebab
ini, maka seorang Rasul wajib terbebas dari akhlak yang buruk. Bila hal itu
sudah terhindar, maka ia tidak boleh keras hati, bahkan ia harus lebih
cenderung untuk menolong kaum dhu’afa, membantu fakir miskinm banyak memaafkan
kesalahan-kesalahan mereka dan banyak memaklumi ketergelinciran mereka.
Apabila mereka lari dari sekelilingmu
niscaya tujuan diutusnya seorang Rasul dan missi risalah tidak akan tercapai.
Demikian pula halnya dengan para ulama sebagai pewaris kenabian, dan para
syaikh-syaikh, karena manusia mengikuti agama para ulama dan syaikh yang
diikutinya, baik secara lahir maupun bathin. Namun sedikit sekali ulama dan
syaikh pada zaman ini yang memiliki akhlak yang baik kecuali ulama atau syaikj
yang dilindungi oleh A;;ah dan ditunjukan-Nya untuk memegang teguh syari’at dan
kepada adab-adab hakikat.
Najmuddin al-Kunara berkata dalam
at-Ta’wilatnya :”setiap kelembutan yang Nampak dalam setiap hati Kaum Mukminin
tatkala satu sama lain bergaul, maka kelembutan itu merupakan rahmat Allah dan
sebagai buah kelembutan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, bukan karena kekhususan
mafsu mereka, karena nafsu itu menyuruh kepada keburukan, meskipun itu berupa
nafsu para Nabi a.s.”
5. Tafsir Nurul Quran hal 369 karya Kamal Faqih Imani
Muatan ayat ini bisa diterapkan sebagai
perintah umum tertentu, namun sebab turunnya ayat ini adalah tentang perang
Uhud. Umat Islam yang melarikan diri dari perang Uhud dan kalah, dilanda
penyesalan yang mendalam, rasa bersalah dan penderitaan. Mereka berkumpul
disekelililng Nabi saw dan memohon maaf. Lantas, Tuhan memberikan perintah
untuk memberikan maaf secara umum bagi mereka, melalui ayat ini.
Penjelasan
·
Toleransi merupakan pemberian Allah. Jadi, mereka yang tidak
memiliki toleransi berarti dijauhkan dari karunia ini.” jadi, karena rahmat Allah-lah kamu bersikap lemah lembut…”
·
Orang yang berhati keras dan kaku tidak bisa beramah tamah
dengan orang lain. “ …jadi, karena rahmat
dari Allah-lah kamu bersikap lemah lembut kepada mereka, dan jika kamu bersikap
kasar, dank eras hati, maka pasti mereka akan melarikan diri dari sisimu….”
·
Kepemimpinan dan pemerintahan yang tepat dan efektif selalu
disertai dengan rasa ketertarikan dan kasih sayang.
·
Tariklah perhatian mereka yang kalah dalam perang dan mereka
yang berdosa. “….Karena itu maafkanlah
mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka, dan musyawarahkan dengan mereka dalam
urusan itu..”
·
Didalam musyawarah, terdapat unsure simpati, pengembangan
kemampuan, pembedaan kawan dari lawan, pemilihan sikap yang terbaik, penciptaan
suasana ramah dan cinta kasih, dan adanya hikmah-hikmah praktis bagi orang
lain.
·
Kamu boleh memaafkan merekan atas perbuatab zalim mereka
kepadamu, dan atas dosa yang mereka perbuat, yang berkaitan dengan Allah.
Moohonkanlah ampun bagi mereka pada Allah dan awasilah mereka dengan
bermusyawarah dengan mereka dalam urusan-urusan politik dan sosial.
·
Selai musyawarah dan perenungan, jangan lupa bertawakal
kepada Allah. “ …Jadi, ketika kamu telah
memutuskan, maka percayalah kepada Allah…”
·
Bermusyawarah dan berlindung kepada
Allah adalah hal yang dicintai-Nya, baik tujuannya tercapai ataupun
tidak.”….(karena) sesungguhnya Allah mencintai mereka yang bertawakal
(kepadanya).”
·
Dalam pemerintahan suatu saat toleransi diperlukan. “….maafkanlah mereka, sedangkan dalam peristiwa
lain, inensitan dan sikap keras adalah wajib,…dan bersikapa keras terhadap
mereka.”
2.2
QS. Al-Baqarah ayat 247
tA$s%ur
óOßgs9
óOßgÎ;tR
¨bÎ)
©!$#
ôs%
y]yèt/
öNà6s9
Vqä9$sÛ
%Z3Î=tB
4 (#þqä9$s%
4¯Tr&
ãbqä3t
ã&s!
Ûù=ßJø9$#
$uZøn=tã
ß`øtwUur
,ymr&
Å7ù=ßJø9$$Î/
çm÷ZÏB
öNs9ur
|N÷sã
Zpyèy
ÆÏiB
ÉA$yJø9$#
4 tA$s%
¨bÎ)
©!$#
çm8xÿsÜô¹$#
öNà6øn=tæ
¼çny#yur
ZpsÜó¡o0
Îû
ÉOù=Ïèø9$#
ÉOó¡Éfø9$#ur
( ª!$#ur
ÎA÷sã
¼çmx6ù=ãB
ÆtB
âä!$t±o
4 ª!$#ur
ììźur
ÒOÎ=tæ
ÇËÍÐÈ
“ Nabi mereka mengatakan kepada mereka:
"Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka
menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang
cukup banyak?" nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah Telah
memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.”
1. Tafsir Al-Mishbah hal 531 karya M. Quraish Shihab
Memenuhi
permohonan mereka, Nabi mereka menyampaikan Wahyu Ilahi sambil menguatkan
penyampaianya itu dengan kata “sesungguhnya”,
karena rupanya sang Nabi telah melihat gejala keengganan mereka. Nabi itu
berkata, “sesungguhnya Allah telah mengutus untuk kamu Thalut
menjadi raja,” yakni pengankatan tersebut bukan penunjukan saja. Mendengar
nama itu mereka menjawab :”Bagaimana
mungkin dia memiliki wewenang untuk memerintah kami.”
Mereka
mengenal Thalut karena beliau seorang yang sangat menonjol tinggi badannya,
karena itu pula beliau dinamai Thalut, seakar dengan kata Thawil yang brarti
panjang/tinggi. Mereka menolaknya dengan alasan, kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripada dia, ini mereka kemukakan karena Thalut
nukan keturunan bangsawan yang secara turun temrun memerintah. Disisi lain,
lanjut merekam ‘sedang dia pun tidak diberi kelapangan dalam harta.’
Keberatan
mereka dibantah oleh Nabi mereka bahwa Allah telah memilihnya atas kamu dan
melebihkan untuknya keluasan dalam ilmu serta keperkasaan dalam
Jasmani.’demikianlah sekali lagi sang Nabi mengukuhkan bahwa yang memilihadalah
Allah Yang Maha Mengtahui pilihan yang diseleksi dari semua anggota masyarakat,
termasuk para pemimpin yang keberatan itu.
Selanjutnya
dijelaskan keistimewaan Thalut dalam tugas yang aka diembannya, yaitu kelebihan
dalan keluasan ilmu dan keperkasaan dalam jasmani.
Nabi
tersebut melanjutkan, bahwa seandainya kamu dan aku tidak mengetahui alasan
pengangkatan itu, maka kita semua tidak dapat keberatan, karena Allah adalah
pemilik kekuasaan, Allah memberikan kekuasaan-Nya, Dan Allah Luas Kekusaan,
Keagungan, dan rezeki-Nya, lagi Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk dalam
menetapkan pilihan tentang siapa yang berkuasa.
Dari
ayat ini bahwa wewenang memerintah bukanlah atas dasar keturunanm akan tetapi
atas fasar pengetahuan dan kesehatan jasmaniyah, bahkan disini diisyaratkan
bahwa kekuasaan yang direstui-Nya adalah yang bersumber dari-Nya, dalam arti
adanya hubungan yang baik antara penguasa dan Allah SWT. Disisi lain, ayat ini
mengisyaratkan bahwa nila anda ingin memilih, janganlah terpedaya oleh
keturunan, kedudukan social, atau popularitas, tetapi hendaknya atas dasar
kepemilikan sifat-sifat dan kualifikasi yang dapat menunjang tugas yang akan sibebankan
kepada yang anda pilih itu.
2.
Tafsir Ruhul Bayan jilid II
Waqala
lahum nabiyyuhum (Nabi
mereka berkata kepada mereka) Nabi mereka yang bernama Isymawil memohon
kepada Allah Ta’ala supaya mengangkat seorang raja untuk mereka. Ia diberi
tongkat dan tanduk berisi minyak al-qads. Kemudian dikatakan kepada Isymawil :
Sahabatmu yang akan menjadi raja tingginya sepanjang tongkat ini. Lihatlah
tanduk yang berisi minyak al-qads. Apabila seseorang masuk rumahmu dan
tiba-tiba minyak al-qads baunya semerbak, dialah sebagai raja bani israil.
Kemudian minyakilah rambut lelaki itu dan tetapkan sebagai raja mereka.
Wahab
berkata : “Keledai ayah Thalut hilang,
kemudian si ayah menyuruh Thalut dan budaknya untuk mencarinya. Di
tengah-tengah pencariannya, keduanya melewati rumah Isymawil. Si budak
berkata:”Bagaimana kalau kita masuk rumah
Nabi ini lalu menanyakan tentang keledai kita, niscaya dia akan memberi
petunjuk dan memenuhi kebutuhan kita.” Keduanya memasuki rumah Isymawil.
Tatkala keduanya berada disitu untuk menanyakan tentang keledai yang hilang,
tiba-tiba semerbaklah bau minyak al-qads yang ada dalam tanduk. Isymawil
berdiri dan mengukur Thalut dengan tongkat, dan tinggi Thalut pas dengan tinggi
tongkat. Isymawil berkata kepada Thalut: “Dekatkanlah kepalamu!” Thalut pun
mendekatkannya, lalu Isymawil meminyakinya dengan minyak al-qads. Isymawil
berkata kepada Thalut:”Engkau adalah raja bani israil. Allah telah
memerintahkan kepadaku supaya menetapkanmu sebagai raja mereka.” Thalut
berkata:”Apa tandanya?” Isymawil
menjawab:”Tandanya, kamu pulang ke rumah dan bapakmu telah menemukan
keledainya.” Demikianlah hal itu terjadi. Kemudian Isymawil berkata kepada bani
israil…
Innallaha
qad ba’atsa lakum thaluta (Allah telas mengutus Thalut untuk kalian)
Malikan
(sebagai raja). Malikan sebagai hal
dari Thalut, yakni: Taatlah kalian kepadanya dan perangilah musuh kalian
bersamanya.
Qalu
(mereka menjawab) dan merasa terkejut
atas hal itu sambil mengingkari. Ada pendapat yang mengatakan bahwa bani israil
itu kafir karena mendustakan Nabi mereka. Pendapat lain mengatakan : “Mereka tetap mukmin, akan tetapi merasa
penasaran ingin mengetahui hikmah Thaluth dijadikan raja.
Anna
yakunu lahul mulka ‘alaina (bagaimana mungkin Thalut memiliki kerajaan atas kami), yakni: Dari
mana Thalut memperoleh kerajaan dan berhak atasnya.
Wa
nahnu ahaqqu bilmulki minhu (padahal kami lebih berhak memiliki jabatan dari pada dia), yakni
kami lebih utama memimpin Thalut daripada Thalut memimpin kami.
Walam
yu’ta sa’atan minal mal (dan dia pun tidak diberi kelapangan harta), yakni Thalut tidak
diberi kekayaan harta benda yang banyak, sehingga ia terhormat berkat harta
bila ia tidak terhormat karena keturunan. Maksud ayat: Mengapa Thalut dapat
merajai kami padahal dia tidak berhak atas jabatan raja karena masuh ada orang
yang masih berhak menjadi raja daripada dia, dan ia pun tidak mempunyai faktor
pendukung atas jabatannya yaitu berupa kekayaan padahal raja harus memiliki
kekayaan yang banyak untuk melancarkan urusannya.
Alasan
mereka menolak ialah bahwa para Nabi khusus berasal dari keturunan tertentu,
dari keturunan bani israil, yaitu dari keturunan Aud bin Ya’qub, dan dari
keturunan itu lahirlah Musa dan Harun. Sedangkan para raja berasal dari
keturunan Yahuda bin Ya’qub, dari keturunan ini lahir raja/Nabi Sulaiman dan
Daud. Sedangkan Thalut tidak berasal dari kedua keturunan ini, Thalut berasal
dari keturunan Bunyamin bin Ya’qub. Mereka telah melakukan dosa besar dengan
mengawinkan perempuan di jalan-jalan pada siang hari. Kemudian Allah mengutuk
mereka, mencabut kerajaan dan harta kekayaan dari mereka. Mereka menyebut
Thalut sebagai keturunan berdosa. Selain itu Thalut pun bermata pencaharian
yang dianggap hina, yaitu tukang menyamak kulit, menyirami, dan mengairi
tanaman.
Qala
(berkata) Nabi mereka berkata untuk
membantah mereka.
Innallahashthafahu
‘alaikum (sesungguhnya
Allah telah memilihnya menjadi raja kalian). Meskipun ia tidak mempunyai
harta yang banyak dan keturunan terhormat, namun ia mempunyai kelebihan lain.
Wazadahu
basthatan (dan
memberinya keluasan), yakni keluasan dan kedalaman.
Fil
‘ilmi (dalam ilmu). Fil ‘ilmi terkait kepada
kerajaan atau ilmu itu sendiri, atau juga kepada agama.
Wal
jismi (dan tubuh),
yaitu postur tubuhnya yang tinggi dan besar, karena biasanya manusia merasa
hormat kepada orang yang berilmu dan merasa takut kepada orang yang bertubuh
besar. Thalut lebih tinggi dari yang lainnya, kepalanya lebih besar dan dadanya
lebih bidang, pundaknya lebih lebar, sehingga karena tingginya apabila
seseorang berdiri hanya dapat menjangkau kepalanya dengan tangannya saja.
Tatkala
bani israil menolak Thalut sebagai raja karena kemiskinannya dan kerendahan
keturunannya, penolakan mreka itu dibantah dengan beberapa alasan. Pertama,
bahwa pengatur pemerintahan ialah pilihan Allah dan Thalut telah dipilihnya
untuk menjadi raja mereka. Thalut lebih mengetahui berbagai kepentingan
daripada mereka. Kedua yang menjadi peperangan dalam pemilihan raja ialah luasnya
pengetahuan supaya dapat diketahui urusan politik, dan besarnya tubuh supaya
hati orang yang melihatnya takut, mampu melawan musuh, serta tahan menderita di
kancah peperangan. Dan Allah Ta’ala telah memberikan kedua hal tersebut kepada
Thalut secara memadai.
Wallahu
yu’ti mulkahu man yasya’u (dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepda orang yang dikehendaki-Nya),
karena Allah-lah sebagai pemilik kerajaan dan malakut. Dia melakukan sesuatu
yang dikehendaki-Nya, dan hak Dia-lah untuk memberikan kerajaan kepada orang
yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya.
Wallahu
wasi’un (dan Allah
Maha Luas), Dia melapangkan orang miskin dan menjadikannya kaya,
Alim
(lagi maha Mengetahui) kepada siapa
kerajaan itu pantas diberikan dan kepada siapa kerajaan itu tidak pantas
diberikan.
3. Tafsir
Al-Jalalain Hal 134 karya Jalaludin
tA$s%ur
óOßgs9
óOßgÎ;tR
¨bÎ)
©!$#
ôs%
y]yèt/
öNà6s9
Vqä9$sÛ
%Z3Î=tB
4
(#þqä9$s%
4¯Tr&
(Kata Nabi mereka
kepada mereka:”Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut sebagai raja.”Jawab
mereka:’(Bagaimana) artinya betapa
ãbqä3t
ã&s!
Ûù=ßJø9$#
$uZøn=tã
ß`øtwUur
,ymr&
Å7ù=ßJø9$$Î/
çm÷ZÏB
(ia akan menjadi raja
kami, padahal kami lebih berhak terhadap kerajaan ini daripadanya.). ia
bukanlah dari keturuna raja-raja atau bangsawan dan tidak pula dari keturunan
nabi-nabi, bahkan ia hanya tukang samak atau gembala,...
öNs9ur
|N÷sã
Zpyèy
ÆÏiB
ÉA$yJø9$#
(sedangkan ia pun tidak
diberi kekayaan yang mencukupi) yakni yang amat diperlukan dalam membina
atau mendirikan sebuah kerajaan A$s%
(kata Nabi) kepada mereka: (sesungguhnya Allah telah memilihnya)
sebagai raja
(kanu dan menabahinya keluasan)
san keperkasaan (dan Allah memberikan
kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya) suatu pemberian yang tidak
seorangpun mempu untuk menghalanginya. (dan
Allah Maha Luas) karunianya itu.
4.
Tafsir
Nurul Quran hal 282 karya Kamal Faqih Imani
Kelompok Bani Ismail yang tertindas ini, walaupun mereka
telah meminta kepada nabi mereka seorang pemimpn untuk memimpin mereka dalam melepaskan
diri dari penindasan dan siksaan para penguasa tiran, gagal di medan cobaan.
Nabi mereka mengatakan
kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut sebagai rajamu.”
Patut
dicatat disini bahwa nabi mereka adalah Sanuel. Thalut, nama lain dari Saul,
disebut Thalut (menurut Alkitab) karena ketiggian dan kekuatan badannya, karena
ia adalah orang tertinggi (Samuel 10:23). Nama diri dalam bahsa Arab berbeda
dengan nama asli bahasa Ibrani mereka.
Karena
itu, ketika Nabi mereka, yaitu Samuel, mengengkat Saul (Thalut) yang merupakan
penggembala minskin yang tak dikenal sebagai pemimpin mereka, maka mereka
terpengaruh oleh kesombongan dan pikiran kosong mereka bahwa mereka lebih
berhak atas jabatan tersebut. Mereka
meremehkan kepemimpinan Saul lantaran reputasi dan kemiskinannya.
Orang-orang tersebut, yang memiliki limpahan harta, berkata bahwa mereka lebih
mulia daripada dia atas jabatan tersebut lantaran banyaknya harta yang mereka miliki.
Mereka
menjawab, “Bagaimana Thalut memerintah ka,I padahal kami lenih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangdia pun tidak dineri kekayaan
yang banyak?”
Ketika
sang nabi mendengar dalih mereka mengenai kmiskkinan dan kekurangan hartanya
(saul), sia mengatakn bahwa Allah benar-benar mengangkatnya sebagai raja, selai
harta ia memilki pengetahua dan keunggulan badan. Selain itu, dia memiliki
kemampuan dan wewenang memimpin pasukan.
…..Dia berkata, “ Sesungguhnya Allah telah
memilihnya menjadi rajamu dan menganugrahinya ilmu yang luas dantubuh yang
perkasa.”
Maka
dari ituy, Allah meimilih siapa saja yang Dia kehendaki bagi kepemimpinan
karena keefisienan dan kemampuan batinnya.
….Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang Dia kehendakiiNya. Dan Allah Maha Meliputi dan
Maha Mengetahui.
Kesimpulan
Apapun detil-detil sejarah Bani
Israil disebutkan disini, instruksi-instruksi yang dapat disimpulkan berkaitan
dengan wewenang keagamaan untuk mengobarkan perang fi sabilillah:
a.
Selain kehadiran
seorang legislator Ilahi dan seorang hakim agama kadang-kadang serang pelaksan
juga diperlukan. Perlu diingat bahwa tiga aspek bpemerintahan (aamiyat)…yaitu
perundang-undangan, kehakiman (keadilan), dan eksekutif tercakup dalam
kedaulatan Allah. Dia dapat mendelegasikan seluruh aspek tersebut pada siapa
saja yang menjadi Khalifah-Nya dan Dia dapat mendistribusikan berbagai jabatan
kepada orang yang berbeda-beda. Bagaimanapun juga, pengangkatan (jabatan)
berada pada kekuasan Allah. Nabi merupakan wakil dari otoritas Ilahiah. Ketika orang-orang
memintanya untuk mengangkat seorang raja, dia berkata bahwa Allah telah
mengangkat Thalut sebagai raja mereka. Hal ini menunjukan bahwa dia (sang nabi)
ntidak memiliki hak untuk melakukannya. Kenyataan ini menyangkal kecenderungan
yang sekarang berkembang di natara masyarakat saat itu bahwa dalam pelaksanaan
badan-badan legislative dan yudisial maka ‘al-kitab’ yaitu Kitab dan (Sunah) Hadist, adalah sebagai otoritas
ahir dan orang-orang tersebut tidak memilki pilihan dalan permasalahan ini.
Akan tetapi, dalam pelaksanaan kekuasan ahir, orang-orang dapat memilki duara
dan menyebutnya bentuk pemerintahan teodemikratis. Kedaulatan (aamiyat) hanya
milik Allaj semata. Membiarkan rakyat umum bersuara dalam perkara ini berarti
kembali ke zaman Jahiliyah dan bukan kepada Islam.
b.
Jihad adalah
perang suci dijalan Allah yang diwajibkan dan diamalkan olej para nabi
terdahulu juga dan reaksi yangbaik dan buruk, pada perintah ini, sama yang
terjadi pada Islam.
c.
Reaksi buruk
dari orang-orang tersebut atas keputusanIlahi berdasarkan pertimbangan temporal
dan wawasan yang sempit sebagimana yang terjadi pada kasus para malaikat
berkaitan dengan kekhalifahan Adam. Jawaban dari kritikan ini hampir sama yaitu
bahwa hal itu merupakan pilihan Allah sanpilihan tersebut berdasarkan pada
eksistensitas dan intebsitas pengetahuan, kekuatan dan karakter dan bahwasannya
kerajaan itu milik Allah saja dan hanya Dialah yang memilki hak member kepada
siapa saja yang Sia kehendaki. Akan tetapi, kehendak-Nya ini bukanlah suatu
yang sewenag-wenang dan tanpa alas an. Hal ini berdasarkan keunggulan dan
kelebihan orang tersebut yang hanya diketahui oleh-Nya karena Dia Maha Maliputi
dan Maha Kuasa. Hal ini mengesampingkan kepentingan akan pertimbangan temporal
seperti harta, senioritas usia, rasial, dan kepicikan. Karena itu, setiap kali
pertanyaan mengenai otoritas penggantian nabi suci menyangkut legialatif,
keadilam, dan eksekutif muncul maka implikasi dari contoh harus diperhitungkan.
2.3 QS. AN-NISA AYAT
58
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat”
Asbab an Nuzul
Dalam suatu
riwayat dikemukakan bahwa setelah Fathul Mekkah, Rasulullah saw memanggil
Utsman bin Thalhah untuk meminta kunci ka’bah. Ketika Utsman dating menghadap
nabi untuk menyerahkan kunci, berdirilah Abbas seraya berkata : “ Ya
Rasulullah, demi Allah serahkanlah kunci itu kepadaku. Saya akan rangkap
jabatan tersebut dengan jabatan si’qayah (ukuran pengairan). “Utsman menarik
kembali tangannya. Maka bersabda Rasululah saw :”berikanlah kunci itu kepadaku,
wahai Utsman !” Utsman berkata : “inilah dia, amanat dari Allah. Maka
berdirilah Rasulullah saw membeuka ka’bah kemudian keluar untuktawaf di
Baitullah. Lalu turunlah Jibril membawa perintah supaya menyerahkan kunci itu
kepada Utsman. Rasulullah melaksanakan perintah itu sambil membaca ayat
tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari al Kalbi dari Abu Shalih yang
bersumber dari Ibnu Abbas.
Kandungan Ayat
Manusia diwajibkan memelihara dan
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Pemimpin atau hakim
diwajibkan berlaku adil terhadap setiap orang yang memepunyai perkara, dan
segala goresan hati untuk menentukkan langkah bagi seorang pemimpin atau hakim,
pasti diketahui dan di lihat oleh Allah swt karena Allah maha mendengar lagi
maha melihat.
1.
Tafsir Ibnu
Katsir karya M. Nasib Ar-Rifai
“Sesungguhnya
Allah menyuruh agar meyampaikan amanat kepada ahlinya”. Dalam hadits
hasan yang diterima dari Samurah mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda,
ﺍﺪ ﺍﻷ ﻤﺎﻨﺔ ﺇﻟﻰ
ﻤﻦ ﺍﺌﺗﻤﻨﻙ ﻮﻻﺗﺗﺧﻦ ﻤﻦﺨﺎﻨﻙ
“sampaikanlah
amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan janganlah kamu menghianati
orang yang menghianatimu”.
Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para penyususn sunan. Hadits itu mencakup
segala bentuk amanat yang wajib dilakukan manusia seperti hak-hak Allah yang
menjadi kewajiban para hamba-Nya, yaitu shalat, zakat, puasa, kafarat, nadzar,
dan sebagainya yang berupa perkara lain yang berupa perkara yang dipercayakan
kepada manusia tanpa perlu diawasi oleh orang lain; berupa hak hamba yang
menjadi kewajiban hamba ain, seperti barang-titipan dan perkara lain yang
diamanatkan kepadanya untuk dilaksanakan tanpa perlu disaksikan pihak lain.
Allah menyuruh untuk melaksanakan amanat barang siapa yang tidak
melaksanakannya di dunia, maka Dia akan menuntutnya di hari kiamat, sbgaimana
ditegaskan dalam kitab shahih, “sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, ”Hendaklah
kamu menyampaikan hak kepada penerimanya hingga kawanan domaba yang satu pun
menuntut balas dari kawanan domba yang lain”.
“apabila kamu
menetapkan keputusan diantara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan
adil”. Penggalan ayat ini merupakan perintah Allah agar menghukumi dengan
adil di antara manusia. Dalam sebuah hadits dikatakan, “sesungguhnya Allah
bersama seorang hakim selama dia tidak curang. Apabila dia curang, maka perkara
hukum itu diserahkan kepada Dzat-Nya”.
“sesungguhnya
Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu”. Maksudnya,
pengajaran itu berupa perintah untuk menunaikan amanat, menetapkan hukum
diantara manusia dengan adil, dan berbagai perintah serta syari’at Allah
lainnya yang mulia, sempurna, dan komprehensif.
“seseungguhnya
Allah maha mendengar lagi maha melihat”. Maksudnya maha mendengar terhadap
ucapanmu dan maha melihat terhadap berbagai perilakumu.
2.
Tafsir Nurul
Qur’an karya Kamal Faqih Imani
Ayat ini suatu
ketetntuan umum yang bisa dipahami secara eksplisit karena menyuruh
menyampaikan amanat kepada penerimanya. Pada bagian kedua ayat ini menunjuk
pada masalah penting lainnya, yaitu proposisi pelaksanaan keadilan dalam
pemerintahan. Kemudian untuk menekankan kedua perintah ini, dengan Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya dan mengawasi dalam keadaan bagaimanapun
manusia berada sebab Allah maha mendengar lagi maha meihat.
Adalah nyata
bahwa ‘barang amanat’ memiliki arti yang luas. Ia mencakup modal-modal fisik
dan spiritual. Oleh karena itu sesuai dengan arti yang jelas dari ayat
ini,setiap muslim diperintahkan untuk tidak bertindak khianat dalam hal barang
amanat atau seorang manusia pun, baik pemilik barang tersebut adalah muslim
ataupun bukan muslim. Dalam kenyataannya perintah ii merupakan salah satu
perinsip deklarasi hak-hak asasi manusia dalam islam.
Bahkan para
ilmuwan disuatu masyarakat pun juga adalah pengemban amanat. Mereka dibebani
kewajiban untuk tidak menyembunyikan fakta-fakta. Anak-anak juga adalah amanat
Allah yang dipercayakan kepada manusia. Maka tidak boleh melaikannya dan
mendidik mereka. Di luar itu semua, eksistensi dan kemampuan pun itu adalah
amanat dari Allah dan manusia harus melindunginya dengan baik.
3.
Tafsir Ruhul
Bayan karya Ismail Haqqi Al-Buruswi
Allah menyuruh
menjaga amanat itu artinya apabila manusia mempunyai kewaiban untuk memberikan
hak kepada orang lain, berikanlah hak itu kepadanya. Menetapkan hukum dengan
adil artinya manusia mempunyai kewajiban untuk memberikan hak kepada orang
lain. Manusia harus menyuruh menyampaika hak tersebutkepada orang lain dengan
wajib. Pertama kali hendaknya manusia mengerahkan upayanya guna menarik
keuntungan atau kepentingan orang lain, maka tidak syak lagi bahwa Allah swt
menyebutkan perintah amanat terlebih dahulu. Baru kemudian menetapkan hukum
dengan adil.
Muamalah
manusia baik itu dilakukan dengan Rabb-Nya atau dengan sesame manusia, atau
terhadap dirinya, ia mesti memelihara amanat dalam keseluruhan ketiga bagian
ini:
Pertama; pemeliharaan
amanat terhadap Allah ialah dengan melaksanakan segala perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya. Hal ini merupakan lautan yang tidak bertepi. Amanah
dalam hal beribadah kepada Allah seperti shalat, zakat, amanah menjaga lisan
dan pendengaran maupun amanah terhadap segala segala urusan.
Kedua; memelihara
amanah kepada sesama makhluk. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah
mengembalikan barag-barang pinjama, tidak berlaku curang dalam takaran dan
tidak boleh meyebarkan aib orang lain.didalamnya termasuk keharusan pemerintah
berlaku adil terhadap rakyatnya, keharusan ulama menunjukkan orang awam kepada
aqidah yang benar dan amal shaeh. Termasuk juga keharusan isteri bersifat
amanah terhadap suaminya dalam meelihara kehormatan dirinya.
Ketiga; amanah
manusia terhadap dirinya sendiri, yaitu hendaknya ia tidak berbuat kecuali yang
paling bermanfaat dan paling maslahat terhadap kehidupan agama dan dunianya,
jangan melakukan sesuatu yang disebabkan oleh syahwat dan amarahnya, yang
memadharatkan diakhirat. Sehubungan dengan ini Rasulullah saw bersabda;
ﻜﻟﻜﻡ ﺮﺍﻉ ﻮﻛﻟﻜﻡ
ﻤﺴﺆﻞ ﺮﻋﻴﺗﻪ
“Kalian adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban dari kepemimpinannya itu”.
ﻻ اﻴﻤﺎ ﻦ ﻟﻤﻦ ﻻ
اﻤﺎﻨﺔ ﻟﻪ ﻮﻻ ﺪ ﻴﻦ ﻻﻋﻬﺪ ﻟﻪ
“orang
ynag tidak amanah tidak mempunyai iman dan orang yang tidak peduli kepada
janjinya tidak punya agama”
Seorang hamba
yang beriman hendaklah menunaikan amanat semampu mungkin dan mengambil
pelajaran dari nasihat-nasihat al Haq pada setiap zaman, karena nasihat itu
bermanfaat sekali.kemudian orang berkedudukan sebagai hakim wajib menetapkan
hukum dengan adil dan mneyampaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya.
4.
Tafsir
Jalalain karya Jalaludin
¨bÎ) ©!$#
öNä.ããBù't
br&
(#rxsè?
ÏM»uZ»tBF{$#
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat “ artinya kewajiban-kewajiban yang disampaikan dari
seseorang . $ygÎ=÷dr&n<Î) “kepada ahlinya”
artinya kepada yang berhak menerimanya.
#sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR
“apabila menetapkan hukum diantara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” artinya Allah memerintahkan
untuk menghukum dengan adil. Pada kat mi’imma
diidghamkan mim kepada ma yakni nakirah mausuffah artinya
mi’ma syaiin atau sesuatu yang amat
baik.
/ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/
“pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” Yakni menyampaikan amanat dan menjatuhkan putusan
secara adil dan Allah Maha Malihat dan Maha Mendengar apa yang manusia
5. Tafsir Al Azhar
Berkata Muhammad bin Ka’ab dan Zaid bin Aslam dan Syahr bin Hausyab, “Ayat ini diturunkan untuk Amir-amir yaitu
pemegang-pemegang kekuasaan diantara manusia.
Berkata Ibnu Abbas ;”Ayat ini umum masudnya, untuk orang yang memerintah sewenang-wenang”.
Dari ayat ini Imam Malik mengambil kesimpulan hukum, bahwasannya jika ada
seorang musafir yang negerinya telah diperangi, dating melindungkan diri ke
negeri Islam dan menitipkan hartanya, lalu diamati hilang di tempat lain,
wajiblah harta-bendanya itu dikirimkan kepada warisnya.
Memang ayat
inilah ajaran Islam yang wajib dipegang oleh penguasa-penguasa, memberikan
amanat hendaklah kepada ahlinya. Orang yang di beri tanggung jawab dalam suatu
tugas, hendaklah yang sanggup dan bisa dipercaya memegang tugas. Berkata Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya As
Siasatusy Syar’iyah; “Maka wajiblah atas para penguasa menyerahkan suatu
tugas dari tugas-tugas kaum muslimin kepada orang yang cakap untuk melaksanakan
pekerjaan itu. Sabda Nabi saw :“barang
siapa memegang kuasa dari sesuatu utusan kaum muslimin, lalu dia beikan stu
jabatan kepada seseorang, padahal dia tahu bahwa ada lagi orang yang lebihcakap
untuk kaum muslimin daripada orang yang diangkatnya itu, maka berhianatlah dia
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kaum muslimin. (H.R Hakim). Dan berkata Umar
bin Khatab “barang siapa yanga memegang kuasa kaum muslimin, lalau
diangkatnya orang karna pilih kasih atau karena hubungan keluarga, khianatlah
dia kepada Allah dan Rasul dankaum muslim”.
Sebab itu hendaklah diselidiki siapa yang cakap untuk memegang suatu kuasa
yang akan menjadi wakil-wakil di kota-kota sejak dari Amir sampai kepada
pejabat yang diberi kuasa atau pemegang dan panjaga hukum (qadhi-qadhi). Demikian pula
panglima-panglima ketentaraan, perwira-perwira tinggi, menengah-rendah, dan
yang lainnya. Semua itu hendaklah diangkat sesuai kecakapan dan
kejujuran,mengingat amanat tadi. Dan jangan memberikan jabatan atau kekuasaan
kepada yang memintanya. Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari “Kami
tidak berikan kekuasaan pekerrjaan ini kepada orang yang memintanya”.
Didalam ayat
ini telah dijelaskan bahwa Allah telah memerintahkan kamu. Dengan kata
memerintahkan itu jelaslah bahwa mengatur pemerintahan yang baik dan memilih
orang yang cakap adalah kewajiban, yang dalam ketentuan hukun ushul fiqh
dijelaskan, berpahala barang siapa yang mengerjakannya dan berdosa barang siapa
yang menganggapnya enteng saja. Dan dari sini juga dapat dipahami bahwa bagi
seorang muslim memegang urusan kenegaraan artinya ialah memegang amant. Dan
urusan bernegara adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari agama. Tidaklah
seorang muslim bersikap masa bodoh dalam soal kenegaraan. Di ayatini
diperintahkan kamu meletakan amanat kepada ahlinya. Kamu itu
adalah orang banyak atau umat. Maka umat itulah yang membentuk pimpinan itu.
Lantaran ini
pula maka dalam pandangan hidup muslim menerima jabatan yang bukan
keahlian dalah penghianatan.
“diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahihnya, daripada Abu Hurairah r.a Bahwasannya
Nabi saw bersabda; “apabila amanat telah disia-siakan maka tunggulah
saatnya, ditanya orang; “bagaimana sia-sianya, ya Rasulullah? “beliau menjawab;
“apabila suatu urusan telah diserahkan kepada bukan ahlinya maka tunggulah saat
(kehancurannya)”.
Berdasarkan
hadits tersebut bahwa amanat harus diserahkan kepada ahlinya dan orang yang
ahli hendaklah jangan mengelak apabila memang ia ahli. Pada hakikatnya semua
kemampuan dan bakat manusia adalah amanat.menyia-nyiakan amanat berarti khianat
dan itu salah satu dari orang munafik. Setelah menyerahkan amanat maka yang
selanjutnya adalah menegakan hukum dengan adil, dan hal inilah yang
harus dilakukan oleh seorang yang diamanati. Dan menegakan hukum adil sesuai
petunjuk dari Allah. Sesungguhnya Allah dengan sebaik-baiknya menasihati
kamu. Menjadi pesan yang baik dari Allah bagi seluruh kaum yang beriman
supaya kedua pedoman itu dipegang erat, yaitu menyerahkan amant kepada ahlinya
dan menetapkan hukum yang adil.
Sesungguhnya
Allah adalah mendengar lagi melihat”. Artinya apayang dilakukan oleh
hakim dalam berdakwa dan berjawab menetapkan hukum bukan manusia saja
yangmelihat dan mendengar tapi Allah menyaksikan dan mendengar semuanya
2.4 Q.S AL FATH AYAT 29
Ó£JptC ãAqߧ «!$# 4 tûïÏ%©!$#ur ÿ¼çmyètB âä!#£Ï©r& n?tã Í$¤ÿä3ø9$# âä!$uHxqâ öNæhuZ÷t/ ( öNßg1ts? $Yè©.â #Y£Úß tbqäótGö6t WxôÒsù z`ÏiB «!$# $ZRºuqôÊÍur ( öNèd$yJÅ Îû OÎgÏdqã_ãr ô`ÏiB ÌrOr& Ïqàf¡9$# 4 y7Ï9ºs öNßgè=sVtB Îû Ïp1uöqG9$# 4 ö/àSè=sVtBur Îû È@ÅgUM}$# ?íötx. ylt÷zr& ¼çmt«ôÜx© ¼çnuy$t«sù xán=øótGó$$sù 3uqtFó$$sù 4n?tã ¾ÏmÏ%qß Ü=Éf÷èã tí#§9$# xáÉóuÏ9 ãNÍkÍ5 u$¤ÿä3ø9$# 3 ytãur ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# Nåk÷]ÏB ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $JJÏàtã ÇËÒÈ
Muhammad itu adalah utusan Allah dan
orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya
Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar.
Maksudnya:
pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.
1.
Tafsir Ibnu
Katsir Karya M. Nasib Ar-Rifai
Allah swt
memberitakan tentang Muhammad saw bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah,
tanpa diragukan lagi, oelh karena itu Allah berfirman, “Muhammad itu adalah
utusan Allah” dan pernyataan ini encakp atas setiap sifat yang mulia dan
indah. Kemudian Allah melanjutkan dengan memberikan sanjungan kepada para
sahabatnya, “dan orang-orng yang beriman dengan dia keras terhadap
orang-orang kafir tetapi berkasihsayang terhadap sesama mereka”. Penggalan
ini seperti firman-Nya “….maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah cintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang-orang yang beriman, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir”. (al Maidah :54). Penggalan tersebut merupakan sifat umum yang
merangkum setiap orang yang beriman, sedangkan Rasulullah dan para sahabat
tentu lebih banyak lagi sifat dari pada yang demikian. mereka memasang wajah
seram kepada orang-orang kafir dan berseri-seri pada orang-orang yag beriman.
Hal ini sebagaimana firman-Nya, “hai orang-orang yang yang beriman,
perangilah orang-orang yang kafir disekitar kamu itu, dan hendaklah merreka
menemui kekerasan dari kamu”.(at Taubah :123).
Hadits nabi
Muhammad saw;
Perumpamaan
seorang mukmin dalam saling mencintai dan menyayangi di antar adalah bagaikan
badan yang satu. Bila salah satu anggotanya mengadu sakit, maka semua
anggota badannya akan ikut merasakan demam dan tidak dapat tidur.”
Orang mukmin
terhadap mukmin lainnya itu bagaikan satu bangunan, sebagiannya memperkuat
bagian yang lain dan merupakan jalinan diantara jari-jarinya”.
Selanjutnya “kamu
lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”. Allah
menyifati mereka dengan banyaknya amal. Dan sesungguhnya shalat itu adalah
amalan yang baik dan Allah juga menyifati mereka dengan keikhlasan mereka
terhadap-Nya dan mengharapakan balasan pahala dari-Nya yaitu surge yang
mencakup atas karunia dan sebagaimana yang telah difirmankan-Nya. “dan
keridhaan Allah adalah lebih besar” (at Taubah : 72).
Tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”. Sima yang terdapat
di dalam ayat ini adalah tanda yang baik dan bekas kekhusyuan terhadap Allah
swt. Berkata setengah ulama salaf; barang siapa sahalat pada malam hari maka
wajahnya tampak cerah pada siang hari. Jadi apabila kerahasiaan seorang mukmin
itu baik terhadap Allah maka Allah memperbaiki lahiriahnya dihadapan orang
banyak. Kemudian Allah swt berfirman, “Allah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan megerjakan amal shaleh dari mereka ampunan”atas semua dosa
yang telah merka perbuat” dan pahala yang besar “ yaitu pahala yang
melimpah ruah dan rezeki yang mulia. Janji Allah swt itu adalah benar tidak
akan dilanggar, dan tidak akan diganti. Setiap orang yang mengikuti jejak
langkah mereka maka orang itu sekedudukan mereka.
2.
Tafsir Al
Maraghi karya Ahmad Mustafa
Al-Maraghi
Sesungguhnya
Muhammad itu adalah utusan Allah tanpa diragukan lagi dan tanpa disangsikan
lagi sekalipun diingkari oleh orang-orang yang ingkar dan didustakan oleh
orang-orang keras kepala. Sesungguhnya sahabat-sahabatnya yang ada bersamanya
adalah keras hatinya terhadap orang-orang kafir tetapi lemah lembut hati mereka
terhadap sesamanya lunak jiwanya terhadap orang-orang sesamanya dan merendahkan
diri mereka terhadap sesamanya. Mereka senantiasa melakukan shalat dan ikhlas
kepada Allah dengan mengharapkan pahala dalam shalatnya itu serta upah yang
banyak di sisi-Nya seraya memohon ridho-Nya dan keridhoan tu yang paling besar.
Pada mereka terdapat tanda yang baik kekhusyuan dan ketundukan yang tampak
bekasnya pada wajah merka. Oleh karena itu dikatakan, “sesungguhnya kebaikan
itu mempunyai cahaya dalam hati dan sinar pada wajah keluasan pada rezeki dan
cinta yang tertanam di hati orang banyak”. Kesimpulannya bahwa apa saja yang
dilakukan oleh seseorang atau dia bayangkan maka akan tampak pada raut muka.
Maka apabila seorang mukmin benar kata hatinya terhadap Allah, maka Allah swt
akan memperbaiki lahiriahnya dihadapan manusia.
Sesudah itu Allah
memberitahukan bahwa Dia memuji kelebihan orang-orang mukmin dalam kitab-kitab
yang pernah diturunkan sebelumnya. Sifat yang disebutkan mengenai kaum tersebut
yakni sifat-sifat dari par pengikut Muhammad saw merupakan sifat-sifat mereka
yang tercantum dalam kitab taurat. Sesungghnya para sabat Nabi saw itu sedikit
keudian bertambah banyak dan semakin kuat bagaikan tanaman yang mengeluarkan
tunas-tunasnya yang bercabang-cabang pada sisi-sisinya sebagaimana dapat
disaksikan pada gandum, dan lainnya. Sehingga tanaman itu menjadi kuat dan
berubah dari asalnya kecil menjadi kuat dan tegak lurus pada pokoknya, sehingga
membuat parapenanamnya kagum karena kuat, kokoh dan indah dipandang.
Kesimpulannya
bahwa ini adalah pemisalan yang dibuat oleh Allah tentang permulaan Islam dan
perkembangannya yang semakin bertambah kuat dan tsehingga membuat oranag kagum.
Bahwasannya Allah mengembangkan orang-orang mukmin dan memperbanyak jumlah
mereka adalah untuk membikin jengkel orang-orang kafir terhadap mereka. Karena
orang-orang mukmin berkeyakinan bahwa Allah pasti menyempurnakan cahaya-Nya
lewat orang-orang mukmin,sekalipun orang-orang yang ingkar tidak rela. Allah
swt mwnjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan kepada nabi Muhammad saw
bahwa Dia akan mengamuni dosa-dosa mereka dan member pahala mereka banyak,yakni
dengan memasukan mereka ke dalam surge yang penuh kenikmatan. Dan janji Allah
adalah benar, hak tak mungkin diganti dan tak mungkin disalahi. Dan barang siapa yang mengikuti jejak para
sahabat maka ia hukumnya sama dengan ereka. Namun demikian para sahabat adalah
manusia yangtetap mempunyai keunggulan, keutamaan dan kesempurnaan yang tak
bisa ditandingi oleh siapapun.
Muslim telah
meriwayatkan dalam shahihnya dari Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwa Rasulullah
saw bersabda: “Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Karena demi Allah
yang jiwaku ada ditangan-Nya sekiranya seorang diantara kamu membelanjkan emas
sebesar gunung uhud, maka takkan bisa menandingi satu mud dari salah satu
sahabatku dan tidak pula dan tidak pula setengahnya.
3.
Tafsir
Jalalain
Nabi Muhammad
adalah utusan Allah dan sahabat yang bersamanya terdiri dari kaum mukmin dan
mereka keras terhadap orang-orang kafir dan tidak berbelaskasihan kepada orang
kafir. Tapi mereka saling mengasihi diantara sesama mukmin bagaikan kasih
saying orang tua kepada anaknya. Dan perhatikan mereka, mereka ruku dan sujud,
hal demikian dalam rangka mencari karunia da keridhaan Allah dan itulah
cirri-ciri mereka. Dan tampak pada muka mereka tanda yang berupa cahaya yang
putih bersih yang menjadi cirri khas mereka kelak di akhirat, sebagai pertanda
bahwa mereka orang-orang yang bersujud ketika di dunia. Dan itu merupakan
sifat-sifat mereka sebgai gambaran tentang meeka dan begitu pula sifat tersebut
ada dalam kitab yang telah Allah turunkan sebelumnya.
Keadaan para sahabat yang asalnya berjumlah
sedikit kemudian bertambah nbanyak dengan system yang sangat rapi, dan Allah
menjanjikan mereka dengan pahala yang besar yaitu surga dan ampunan, kedua hal
ini berlaku bagi orang-orang sesudah mereka sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam berbagai ayat lainnya.
2.5 Analisis Kelompok 8
a. QS
Ali-Imran ayat159
bahwasannya dalam ayat ini Allah
memuji aklhak Nabi Muhammad saw yang tinggi dalam memimpin masyarakat Muslim.
Meskipun dalam keadaan genting, yang diceritakan dalam ayat ini tentang perang
Uhud. Dan banyak sebagian kaum Muslim yang melakukan pelanggaran-pelanggaran
sehingga Kaum Muslim mengalami kekalahan, tetapi Rasulullah tetap bersikap
lemah lembut dan tidak marah etrhadap Kaum yang melanggar, bahkan memaafkannya,
dan memohonkan ampun kepada Allah. Didalam ayat ini juga menjelaskan bahawa
Nabi Muhammad sering bermusyawarah dalam segala urusan, beliau menghormati
pendapat umatnya.dan menunjukan sifat Tawakal kepada Allah.
Dan
dari situlah kita dapat mengetahui bhwa dalam surat Ali-Imran ayat 159
ini, kita dapat mengetahui beberapa sifata atau kriteria seorang pemimpin
diantaranya lemaha lembut, kasih sayang, pemaaf dan suka bermusyawarah serta
bertawakal kepada Allah.
b. QS.
Al-Baqarah ayat 247
dalam ayat ini bahwa seorang nabi
(Syamuil) mengatakan pada Bani Israil, bahwa Allahtelah mengangkat Thalut
sebagai raja. Namun orang-orang Bani Israil tidak menerimanya.karena Thalut
adalah bukan dari Kabilah Yahudi dan bukan seprang bangsawan dan tidak
mempunyai banyak harta. Kenusudian Syamuil (nabi) member penjelasan bahwa
Thalut diangkat menjadi raja atas pilihan Allah, dan Allah menganugrahkan
kepadanya Ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa sehingga ia mampu untuk memimpin
Bani Israil.
Dari isi ayat ini bahwa seorang
pemimpin tidak hanya harus kaya dan dari bangsawan, tetapi dalam ayat ini
dijelaskan bahwa seorang pemimpin diantaranya harus memilki criteria sebagai
berikut, kekuatan fisik, ilmu yang luan, sehat Jasmani dan bertakwa kepada
Allah. Dan seseoarang atau makhlluk tidak dapat berbuat apa-apa bahkan
menolaknya ketika sesuatu itu sudah ditetapkan oleh Allah. Begitu juga dalam
hel pengangkatan seorang pemimpin.
c.QS An-Nisa
ayat 58
pada ayat 58 ini Allah memerintahkan
agar menyampaikan “amanat” kepada yang berhak. Allah mewajibkan kepada setiap
Muslim yang memikul amanat, supaya melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, baik
amanat yang diterimanya dari Allah atau amanat dari sesame manusia.
Sudah jelas bahwa dalam ayat ini ada
salah satu sifat atau kriteri seorang pemimpin yaitu menjalankan amanat, baik
itu amanat yang bersifatny dari Allah atau sesama manusia.
d.QS Al-Fath
ayat 29
dalam ayat ini diterangkan
sifat-sifat Rasul yang diutus itu dan sifat-sifat pengikutnya. Para sahabat dan
pengikut Rasul delalu bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi lemah
lembut terhadap sesame mereka. Orang-orang yang beriman itu selalu mengerjakan
senbahyang dengan khusyuk, tunduk dan ikhlas, mencari pahala dan karunia dari
Allah dan keridhaan-Nya.
Dalam ayat ini cenderung menjelaskan
tentang Nabi Muhammad yang diutus Allah kepada seluruh umut yang akan
menyempurnakan akhlak manusia atau umatnya. Karena akhlak Rasulullah merupakan
apa-apa yang ada dalamm Al-Quran. Dan dalam ayat ini juga dijelaskan tentang
sifat-sifat dari para sahabat dan umat Nabi. Salah satu dari sifatnya yaitu
keras terhada kafir dan sangat lemah lembut pada sesama. Jadi dapat kita
simpulkan bahwa sifat atau criteria dari seorang pemimpin dapat kita contoh
dari Rasulullah dan para sahabat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam Al-Quran sebenarnya sudah
dijelaskam mengenai semua aspek kehidupan manusia. Khusus mengenai kepemimpinan
yang didalam terdapat hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
Maka dala beberapa ayat Al-Quran dijelaskan bagaiman sifat-sifat atau kriteri
seorang pemimpin dan bagaiman hubungan pemimpin dengan yang dipimpinnya. Salah
satu dengan menjelaskan tentang kepemimpina Rasulullah terhadap umatnya yang
terdapat dala surat ali imran dan banyak lagi ayat yang menjelaskan tentang
kepemimpinan.
Dari isi kandungan ayat-ayat yang
telah dipaparkan sebelumnya mengenai tentang kepemimpinan banyak yang harus
kita petik dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari sedikitnya dalam
pengamalan memimpin diri kita semdiri dan juga yang lainnya.
Adapun telah disampaikan
penafsiran-penafsiram para mufasir tentang ayat-ayat yang bgerhubungan dengan
kepemimpinan diantanya adanyaperintah untuk bermusyawarah dalam setiap urusan
yang dicontohkan Rasulullah, perintah untuk bersikap lemah lembut terhadap
sesama, perintah untuk menjalankan amanat dan lain sebaginya yang mendoring
terciptang kerdibilitas masyarakat yang aman dan sejahtera. Dengan adanya atau
terbentuknya sifat-sifat para pemimpin yang baik dan benar akan tercipta
lingkungan yang sehat.
DAFTAR
PUSTAKA
Musthafa Al-Maraghi
Ahmad.
1993 Tafsir Al-Maraghi. PT.Karya Toha
Putra, Semarang.
Deapag RI.
1984 Al-Quran dan Tafsirnya Jakarta.
Prof Dr. HAMKA.
2004 Tafsir Al-Azhar, Panjimas, Jakarta.
Ismail Haqqi
Al-Buruswi.
Ruhul
Bayan, CV : Diponegoro, Bandung.
Tafsir Jalalain
Jalaludin
Kamal Faqih Imam.
Tafsir
Nurul Quram, PT. Al-Huda, Jakarta.
M. Nasib ar-rifai.
2000 Tafsir Inu Katsir, Gema Insani, Jakarta.
R.S. Abud Aziz.
1993 Ilmu Tafsir. PT. Wicaksana, Semarang.
Shaleh.
2000 Asbab an Nuzul, CV Diponegoro, Bandung.
Quraish Sihab.
2001 Tafsir Al-Misbah. lentera Hati, Jakarta.
Mustafa al Qazwini.
2003 Panggilan Islam. Pustaka Zahra, Jakarta.