About

Kamis, 29 Januari 2015

Psikologi Transpersonal



Psikologi Transpersonal

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat dan petunjuknya kami dapat menyusun Makalah dengan judul Psikologi Transpersonal’ untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tasawuf Kontemporer.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk penyusun maupun yang membacanya.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang yamg telibat dalam penyusunan makalah ini
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada kekurangan dan kelemahan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun, sangat saya harapkan untuk memperbaiki penulisan berikutnya.

Bandung 1 April 2013

Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Sepanjang sejarah banyak orang yang menceritakan tentang pengalaman-pengalaman yang merasakan sesuatu yang melampaui batas-batas normal. Mayoritas penduduk eropa melaporkan pernah mempunyai pengalaman mistikal dalam salah satu bentuk, dan dalam penelitian john Davis, 79% dari satu sample yang luas melaporkan pernah mengalami pengalaman puncak.
Pengalaman puncak didefenisikan sebagai pengalaman yang paling baik, paling penting dan paling bermakna dalam hidup seseorang dan dalam banyak hal mirip dengan mistikal dan spiritual . kebanyakan pendekatan psikologis masa kini mengkategorikan pengalaman-pengalaman ini sebagai fantasi, patologi, atau pikiran terdistorsi. Namaun aa juga psikolog yang memandang pengalaman mistikal dan motivasi untuk bertransendensi-diri sebagai aspek penting dari pengalaman manusia dan menjadi suatu topic yang patut dikaji oleh psikolog. Suatu pendekatan yang terpokus pada pengalaman ini disebut psikologi transpersonal, telah muncul beberapa tahun terakhir. Psikologi transpersonal berupaya meneliti dan memupuk pengalaman spiritual kedalam konteks psikologis, sama seperti psikologi kesehatan adalah jembatan psikologi dan kedokteran atau psikologi industry sebagai jembatan psikologi dan bisnis, psikologi transpersonal adalah jembatan antara psikologi dan aspek spiritual pengalaman keagamaan (bukan aspek social atau politik agama). Bidang ini mengintegrasikan konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode psikologis dengan bahan kajian dan praktek berbagai disiplin spiritual, misalnya transendensi, spiritualitas, tingkat kesadaran dan ritual shamanik.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa itu psikologi transpersonal?
2.      Siapa penggagas istilah psikologi transpersonal?
3.      Bagaimana sejarah psikologi transpersonal?
4.       Siapa tokoh-tokoh psikologi transpersonal?
5.       Apa saja konsep-konsep dasar psikologi transpersonal?
6.      Apa cabang-cabang psikologi transpersonal?
7.      Apa perbedaan psikoterapi dalam psikologi modren dan psikoterapi psikologi transpersonal?
8.      Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (transpersonal psikologi)
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian psikologi transpersonal.
2.      Mengetahui penggagas istilah psikologi transpersonal.
3.      Mengetahui sejarah psikologi transpersonal.
4.       Mengetahui tokoh-tokoh psikologi transpersonal.
5.       Mengetahui konsep-konsep dasar psikologi transpersonal.
6.      Mengetahui cabang-cabang psikologi transpersonal.
7.      Mengetaahui perbedaan psikoterapi dalam psikologi modren dan psikoterapi psikologi transpersonal.
8.      Mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu jiwa (transpersonal psikologi).



BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian  Psikologi Transpersonal
Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar dari kata trans dan personal. Trans artinya di atas (beyond, over) dan personal adalah diri. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual.[1]
Di tahun 1992, setelah melakukan penelahan atas kurang lebih 40 definisi, maka Lajoie dan Saphiro, dua orang pionir utama psikologi transpersonal, merangkum dan merumuskan pengertian psikologi transpersonal yang lebih sesuai untuk kondisi saat ini:
Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest potential, and with the recognition, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness.
Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-keadaan kesadaran yang mempersatukan, spiritual dan transenden.[2]
B.     Penggagas Istilah Psikologi Transpersonal
Istilah transpersonal sendiri pertama kalinya dipakai oleh Carl Gustav Jung dalam bahasa Jerman, yakni “uberpersnolich” (transpersonal) yang artinya kurang lebih sama dengan collective unconscious. Yakni bentuk ketidaksadaran kolektif yang dimiliki oleh semua orang dari berbagai ras yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam ketidaksadaran kolektif terdapat ribuan arketif, seperti ide tentang Tuhan, anima, animus, arketif Diri dll, yang beberapa di antaranya berkaitan dengan pengalaman-pengalaman spiritual.[3]
Psikologi transpersonal sebagai kekuatan atau mazhab keempat dalam bidang psikologi itu sendiri dideklarasikan oleh Abraham Maslow. Di tahun 1968, ia mengatakan, “Saya melihat, psikologi humanistik sebagai angkatan ketiga psikologi sedang mengalami transisi, sedang mengalami persiapan menuju psikologi angakatan keempat yang lebih tinggi, transpersonal, transhuman, yang lebih berpusat kepada kosmos dari pada terhadap kebutuhan manusia, melewati kemanusiaan, identitas, aktualisasi diri dan semacamnya.” Maslow menemukan bahwa aktualisasi diri pada beberapa orang memiliki frekuensi puncak atau transendensi, dan pada beberapa orang lagi tidak. Ini menegaskan suatu perbedaaan antara aktualisasi diri dan transendensi diri. Inilah alasaan mengapa ada suatu pergerakan dari psikologi humanistik ke psikologi transpersonal. Ada dua buku Maslow yang membahas masalah ini, yakni Toward a Psychologhy of Being (1968) dan The Farther Reaches of Human Nature (1971).
Gagasan dasar dari psikologi transpersonal adalah dengan mencoba melihat manusia selaras pandangan religius, yakni sebagai makhluk yang memiliki potensi spiritual. Jika psikoanalisis melihat manusia sebagai sosok negatif yang dijejali oleh pengalaman traumatis masa kecil, behaviorisme melihat manusia layaknya binatang, humanistik bepijak atas pandangan manusia yang sehat secara mental, maka psikologi transpersonal melihat semua manusia memiliki aspek spiritual, yang bersifat ketuhanan.[4]
C.     Sejarah psikologi transpersonal
Psikologi transpersonal lahir dan tumbuh di tengah-tengah perubahan politik,budaya, dan agama di amerika pada 1960-an dan 1970-an. Gelombang yang menuntut persamaan hak, dimulaidari protes mahasiswa terhadap perang Vietnam sampai gerakan ekologi, pembebasan perempuan, dan hak-hak kaum homo seksual, melanda seluruh amerika dan akhirnya menyebrang ke eropa. Di bawah protes itu, mengalir arus spiritual yang kuat.
Gereja-gereja dari kelompok minoritas kulit hitam memberikan inspirasi kepada gerakan persamaan hak. Gereja-gereja dari mayoritas kulit putih bergabung denagn demonstrasi anti-perang Vietnam. Tokoh-tokoh radikal seperti Jerry Rubin, Michael Rossman, Lou Krupnik, Renpio Davis, dan Noel Mclnnis menggambarkan perjuangan mereka dengan tema-tema spiritual dan akhirnya malah ditujukan untuk pencapaian spiritual.
Kejenuhan akan kemewahan material mendorong anak-anak muda zaman itu untuk mencoba mariyuana, zat-zat psikedelik, seperti mescaline, dan LSD[5], eksperimen ini mengantarkan mereka pada apa yang disebut altered states of consciousness, ketika mereka menyaksikan realitas yang berbeda dengan yang apa mereka ketahui sebelumnya. Mereka mrnggunakannya sebagai hiburan. Tetapi di Harvard, Timothy Leary, seorang psikolog klinis yang cerdas, mencoba menggunakannya untuk memperoleh pengalaman keagamaan. Bersama temannya, Richad Alpert (kelak mengganti nama menjadi Ram Dass), ia membantu walter Pahnke untuk mengetahui efek psilochybin pada pengalaman ruhaniah. Singkat cerita, para mahasiswa yang menjadi subjek penelitian menyaksikan bagaimana warna berubah menjadi nyala api, gerak menimbulkan serpihan-serpihan cahaya, objek-objek tersusun dalam citra geometris, dan mendengar suara dari alam gaib, Mike Young berkata, “… hanya dalam satu sesi, aku piker aku telah memperoleh pengalaman ruhaniah yang mungkin tidak dapat aku peroleh dengan ratusan jam membaca atau ribuan jam membaca.[6]
dari sumber lain yang menjelaskan tentang sejarah psikologi transpersonal ini berbeda misalkan sejarah yang diambil dari buku psikologi transpersonal Ujam Jaenudin:
Di penghujung tahun 1960-an dan permulaan tahun 1970-an pintu-pintu gerbang antara Barat dan Timur mulai terbuka lebar. Beragam tradisi dan budaya Timur yang eksotis mulai mendapat perhatian orang-orang Barat, yang sedang mengalami kejenuhan dan rasa frustasi yang mendalam. Krisis-krisis kemanusiaan yang melanda dunia Barat ini, kemudian dicoba dicari akar masalahnya, dan sebagian menuduh arah atau orientasi peradaban yang terlampau materialislah yang menjadi penyebabnya. Alih-alih menggali akar tradisi spritualnya sendiri—yakni tradisi Judeo-Kristiani—mereka malah ramai-ramai menoleh ke belahan Timur, terutama negeri India demi memuaskan dahaga spiritualnya.
Agama dan filsafat India, memang menawarkan kekayaan yang luar biasa. Di negeri ini, Tradisi filsafat India yang kaya, telah melahirkan spektrum aliran filsafat, mulai dari materialisme ekstrim—seperti halnya ajaran Rsi Ajagara—sampai dengan idealisme ekstrem, dari monisme absolut—kemudian dualisme—hingga pluralisme. Tradisi filsafat india ini menawarkan beragam pendekatan yang canggih terhadap struktur kedirian manusia, meski kadang tampak saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Tradisi-tradisi Timur ini, mulai dari tradisi Vedanta, Yoga, Buddhisme, dan Taoisme lebih menyerupai psikoterapi daripada suatu agama dan filsafat. Ini dikarenakan penekanan yang kental terhadap pengaturan aspek-aspek fisik dan psikis dari tradisi Timur dalam transformasi kesadaran manusia.
Kebangkitan spiritualisme baru atau New Age di Barat, tidak hanya mengantarkan orang-orangnya pada tradisi Timur jauh yang eksotis, tapi juga tradisi kesukuan lainnya atau tribalisme, semacam tradisi Amerika asli (Indian). Orang-orang Barat, terutama generasi mudanya mulai melakukan gerakan kontra kultural, yang melahirkan flower generation. Mereka hidup dan berperilaku seperti suku-suku primitif, kadang dengan sengaja, berkelompok pergi ke daerah-daerah pinggiran dan hutan dengan berpakaian seadanya, dan nyaris telanjang. Imbas dari gerakan ini, juga mengantarkan banyak generasi muda Amerika kepada pengalaman-pengalaman trance, melalui tarian dan nyanyian serta obat-obatan psikedelik semacam morfin, LSD, mari¬yuana dan ganja.
Ini adalah sekelumit kisah, bagaimana terjadinya sebuah perubahan kesadaran:
“Selama beberapa bulan setelah aku menggunakan LSD untuk pertama kalinya, aku yakin telah menemukan rahasia alam semesta. Aku juga reinkarnasi dari sekaligus Buddha dan Kristus. Kitab suciku setebal 47 halaman, hasil diskusiku dengan arwah orang-orang suci, kuharapkan bisa mempersatukan bangsa-bangsa seluruh dunia dalam proyek membangun masyarakat baru.”
Cerita di atas adalah pengalaman David Lukoff, tatakala dirinya bersentuhan dengan kesadaran di luar kebiasaan, saat mengalami trance akibat pengaruh LSD. Dia bersama Francis Lu dan Robert Turner kemudian memelopori sebuah gerakan baru dalam bidang psikiatri, yang melihat psikosis tidak hanya dari perspektif biomedis semata. Mereka berusaha memahami jiwa manusia dengan membuka diri pada pengalaman spiritual. Memang ada banyak cerita mengenai bagaimana kuatnya intensitas pengalaman dari seseorang yang terpengaruh obat-obatan tersebut. Sehingga mereka merasa yakin benar, vonis psikosis menurut aliran psikologi saat itu, tidaklah benar.
Pengalaman spritual yang dalam psikonalisa dianggap sebagai pengalaman masa kecil yang traumatis, terutama pengaruh ibu yang menderita kecemasan. Orang dikatakan gila karena represi pengalaman traumatis tersebut dalam alam tak sadarnya. Sehingga beberapa pelopor gerakan New Age, menolak pendekatan psikonalisa dan pendekatan lain yang memandang rendah dan negatif pengalaman-pengalaman spiritual, sebagai akibat perubahan kondisi kesadaran (Altered States of Consciousness). Mereka mendesak diakuinya angkatan keempat dalam bidang psikologi, yakni transpersonal.[7]
D.    Tokoh-tokoh Psikologi Transpersonal        
Hampir semua tokoh-tokoh dari psikologi aliran ini, berusaha sedapat mungkin memberikan arti bernuansa spiritual terhadap kata psikologi. Mereka seringkali merujuk kepada akar katanya, yakni psyche. Jika definisi modern mengarah kepada proses mental, maka definisi awal psyche sebenarnya adalah napas kehidupan, ekuivalen dengan makna soul, atau jiwa.    
Sigmund Freud dipandang sebagai pelopor ke arah psikologi transpersonal atas jasanya memetakan ketidaksadaran sebagai komponen penting kepribadian manusia. Tiga. Yang dirintis Freud saat itu, setidaknya membuka jalan bagi suatu pandangan bahwa apa yang nampak dalam perilaku manusia, sebenarnya hanyalah bagian kecil dari kepribadian. Manusia tetaplah memiliki aspek yang tersembunyi dalam dirinya, yang justru sebagian besar perilaku yang nampak hanyalah manifestasi dari apa yang tidak nampak, yang disebut sebagai ketidaksadaran. Meskipun Freud menempatkan hal-hal yang negatif bagi konstruksi ketidaksadaran, tapi ia berhasil membuka jalan bagi penerusnya, dalam hal ini Jung untuk menempatkan aspek spiritual terhadap ketidaksadaran manusia.           
Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang memiliki kontribusi besar bagi pembentukan angkatan psikologi yang keempat : psikologi transpersonal.
1.      William James
            James menekankan bahwa sifat manusia yang khas ditemukan dalam kehidupan dinamis arus kesadaran manusia. Baginya kesadaran merupakan kunci untuk mengetahui pengalaman manusia, khususnya agama. Untuk menafsirkan agama, orang harus melihat isi kesadaran keagamaan.
            James melihat kesadaran keagamaan sebagai hal yang subjektif. Bagi dia kebenaran harus ditemukan, bukan melalui argument logis, akan tetapi mealui pengamatanatas data pengalaman. Maka jalan lapang menuju kesadaran keagamaan adalah melalui pengalaman keagamaan yang diungkapkan orang.
            Pengalaman keagamaan yang hanya didasarkan pada dalil dan aturan yang menjadi sumber pengalaman agama hanya akan menciptakan pemahaman agama yang kering dan tanpa penghayatan. Pengalaman hanya akan dilakukan atas dasar formalitas dan rutinitas belaka. Model pemahaman seperti ini bisa jadi akan semakin menjauhkan seorang penganut agama tertentu dari inti dasar atau nilai substansial dari tuntunan agama.
            Oleh karenanya, untuk mengetahui makna osikologis agama, seorang pengkaji perilaku keagamaan seharusnya tidak mulai dengan kategori-kategori ilmiahnya sendiri, dan menggunakannya sebagai model untuk membuat pengalaman manusia menjadi cocok dengannya, tetapi membarkan pengalman berdiri sendiri, dan mengambil arti apa adanya sebagaimana yang diunkapkan orang sebagai luapan hidup batinnya.
2.      Abraham Maslow 
            Konsep utama yang sering kali dibawa Abraham Maslow adalah aktualisasi diri (self actualization) dan pengalaman puncak (peak experience). Orang yang telah tumbuh dewasa dan matang secara penuh adalah orang yang telah mencapai aktualisasi diri, yaitu yang mengalami secara penuh gairah tanpa pamrih, dengan konsentrasi penuh dan mencapai apa yang disebut sebagai manusia yang sempurna (insane kamil).
            Orang yang tidak lagi tertekan pada perasaan cemas, perasaan risau, tidak aman, tidak terlindungi, sendirian, tidak dicintai adalah orang yang telah terbebaskan dari metamotivasi. Yaitu orang yang dapat tergolong untuk mencapai nilai yang lebih tinggi dan bernilai bagi dirinya, yang tidak dapat diturunkan dengan hanya sekedar alat yang mencakup keberadaan, keindahan, kesempurnaan dan keadilan.
            Abraham Maslow mendasarkan teorinya tentang aktualisasi diri pada sebuah asumsi dasar, bahwa manusia pada hakikatnya memiliki peluang untuk dapat mengembangkan dirinya. Perkembangan yang sangat baik ditentukan oleh kemampuan manusia untuk tingkat aktualisasi diri.
3.      Ken Wilber
            Ken Wilber dikenal sebagai seorang yang berusaha menyusun teori “Integral Psychology.” Seringkali ia diidentikkan dengan penggagas psikologi angkatan ke lima yaitu integral psikologi, setelah psychoanalytical psychology, behavioral psychology, humanistic psychology dan transpersonal psychology.
            Salah satu gagasannya adalah mengembalikan ilmu psikologi kepada kajian tentang psyche. Menurut Ken Wilber, psyche mengacu kepada mind dan soul, jadi ilmu psikologi adalah sebuah ilmu tentang kejiwaan.
            Psiche manusia dalam pandangan Wilber merujuk kepada konsep diri dalam agama-agama timur adalah berlapis-lapis (multi layered, pluridimesional), dan lapisan ini tetap berada dalam sebuah integrasi (kesatuan). Dalam perkembangan psikologi manusia, ia bergerak dari level paling dasar, ke lapisan selanjutnya yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai ke level paling tinggi, yang kemudian dikenal sebagai puncak kesadaran spiritual.
            Level paling bawah dari psyche, sangat bersifat insting, libido, impulsive, animal (sifat binatang), dan cenderung bersifat id. Level menengah dari psyche ditandai dengan sifat-sifat adaptasi sosial, penyesuaian mental, egoically integrated, dan tahap lanjut konsepsi. Sedangkan tahap yang paling tinggi yang dicapai psyche adalah tahap yang sama keadaannya dalam pencapaian puncak spiritual dari agama-agama. Thap puncak ini ditandai dengan penyatuan kesadaran diri dengan kesadaran semesta, kebahagiaan, ketenangan, dan hal-hal yang bersifat holistic.
4.      Charles T. Tart
Ia dikenal sebagai seorang parapsikologist, yang berusaha memadukan apa yang disebut sebagai pengalaman-pengalaman spiritual (ia menggunakan istilah d-ASC) dengan sains. Seperti ungkapannya: “I have a deep conviction that science, as a method of sharpening and refining knowledge, can be applied to the human experiences we call transpersonal or spiritual, and that both science and our spiritual, and that both science and our spiritual traditions will be enriched as a result”. Lantas ia meletakan dasar-dasar teori untuk pengintegrasian kedua hal tersebut, sembari memaparkan karak­teristik keduanya, syarat, kapan dan bagaimana antara spiritual dan sains bisa menyatu.
Manusia, menurut Charles T. Tart, berusaha mendapatkan apa yang disebut d-ASC, sebuah perubahan kesadaran, dimana dirinya merasa terbuka, menyatu dengan alam semesta, ada aliran energi di seluruh tubuhnya, merasakan bahwa dunia adalah satu, penuh cinta, dan waktu seakan berhenti. Hanya saja, beberapa mendapatkannya melalui drugs (LSD, heroin ganja), yang mempunyai dampak kerusakan fisik. Padahal, lagi-lagi menurutnya, ada beberapa teknik non-drugs yang bisa digunakan (semisal meditasi dan ritual-ritual keagamaan lainnya) yang lebih.[8]
E.     Konsep-konsep dasar psikologi transpersonal
Menurut  jhon davis Ph.d (dosen psikologi transpersonal di departemen metropolitan state college denver ada 6 konsep dasar psikologi transpersonal:
1.      Pengalaman puncak, yakni istilah yang mula-mula dipakai oleh maslow. Ia bermaksud meneliti pengalaman mistikal serta pengalaman-pengalaman lain pada keadaan kesehatan psikologis yang optimal, tetapi ia merasa bahwa konotasi-konotasi keagamaan dan spiritual akan terlalu membatasi. Oleh karena itu mulai menggunakan pengalaman puncak sebagai istilah yang netral. Penelitian tentang pengalaman puncak telah mengidentifikasi frekuensi, factor-faktor pemicu, factor-faktor psikososial, yang berkaitan dengannya, dan konsekuensi dari pengalaman puncak.
2.      Transendensi diri, yakni keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas melalui defenisi-defenisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu langsung akan suatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan dengan alam semesta.
3.      Kesehatan optimal, yang melampaui apa yang dimungkinkan dalam pendekatan-pendekatan lain dalam psikologi. Kesehatan jiwa biasanya dilihat sebagai penanganan yang memadai dari tuntutan-tuntutan lingkungan dan pemecahan konflik-konflik pribadi, namun pandangan psikologi transpersonal juga memasukan kesadaran, pemhaman diri, dan pemenuhan diri.
4.      Kedaruratan spiritual, yakni suatu pengalaman yang mengganggu yang disebabkan oleh suatu pengalaman (atau ‘kebangkitan”) spiritual. Pada umumnya, psikologi transpersonal berpendapat bahwa krisis-krisis psikologis dapat menjadi bagian dari suatu kebangkitan yang sehat dan bahwa kejadian-kejadian itu tidak selalu merupakan tanda-tanda psikopatologi.
5.      Spektrum perkembangan, yakni suatu pengertian yang memasukkan banyak konsep psikologi dan filsafat kedalam kerangka transpersonal. Secara filosofis, model ini adalah contoh dari filsafat perennial. Pandangan ini mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan realitas dari tingkat material melalui tingkat yang berturutan mencakup sifat-sifat  dari tingkat-tingkat sebelumnya bersama-sama sifat-sifat yang muncul.
6.      Meditasi, yakni berbagai praktek untuk memusatkan atau menenangkan proses-proses mental dan memupuk keadaan transpersonal. Sama seperti conditioning merupakan metode kunci dalam behaviorisme, interprestasi serta katarsis merupakan metode kunci dalam psikoanalisa, maka meditasi adalah metode kunci bagi metode psikologi transpersonal.[9]
F.      Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal
1.      Kelompok Mistis magis
                Kelompok pertama adalah kelompok mistis-magis. Menurut kelompok ini kesadaran transpersonal bersesuaian dengan kesadaran para dukun dan shaman masa lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis New Age, dan salah satunya gerakan teosofi yang dipimpin oleh Helena Blavatsky. Seringkali romantisme dari kelompok ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan arus utama psikologi.
2.      Kelompok psiko-fisiologis
                Kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya menolak konsep-konsep perkembangan, tahap-tahap dan praktik peningkatan kesadaran. Mereka lebih suka meneliti keadaan kesadaran sementara secara psiko-fisiologis dengan memelajari keadaan-keadaan fisik seseorang yang berada dalam keadaan transpersonal. Kelompok ini bersama kelompok ekoprimitivisme menganjurkan penggunaan media (seperti zat-zat kimia atau psikotropika) untuk pencapaian keasadaran transpersonal. Tokoh yang cukup penting dalam kelompok ini adalah Stanislav Grof yang menggunakan LSD untuk psikoterapinya. Setelah penggunaan LSD dilarang pemerintah, Grof kemudian menggunakan teknik pernapasan (pranayama) dari tradisi Timur, yang disebutnya sebagai Holotrophic Breathwork.
3.      kelompok transpersonalis postmodern
                Kelompok ketiga, kelompok transpersonalis posmodern. Mereka menganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya merupakan keadaan yang biasa. Kita, manusia modern, menganggapnya seolah luar biasa, karena kita membuang kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima kisah-kisah para dukun shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme pluralistik. Mereka justru mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan pengalaman mistik sebagai totaliter dan fasistik karena mengagungkan hierarki.
4.      Kelompok integral.
                Kelompok psikologi transpersonal yang keempat adalah kelompok integral. Kelompok ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti oleh ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima konsep-konsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern. Salah seorang tokohnya adalah Ken Wilber, yang nanti akan dibahas pada bab khusus. Kelompok pertama, kedua dan ketiga merupakan kelompok yang berada–bahkan bersebarangan–dengan agama formal. Helena Blavastky, yang berada pada kelompok yang pertama, misalnya, mengharuskan para anggotanya untuk tidak memiliki kecenderungan kepada agama tertentu.[10]
G.    Perbedaan Psikoterapi dalam Psikologi Modren dan Psikoterapi Psikologi Transpersonal
                Dengan kata lain, jika dalam psikologi modern, terapi yang diberikan akan bersinggungan dengan biomedis, dalam psikologi transpersonal, terapi yang dikembangkan akan berhubungan dengan ritual-ritual yang dijalankan dalam tradisi-tradisi keagamaan. Cara pandang yang holistik, terutama dari mistik Timur, pada akhirnya membawa siginifikansi akan adanya pengaruh yang sangat kuat antara tubuh, pikiran dan jiwa. Apa yang memanifetasi dalam tubuh fisik, sebenarnya gambaran keadaan tubuh mentalnya. Demikian juga sebaliknya, gangguan fisik yang terjadi seringkali memengaruhi kondisi mental seseorang.
                Dari sini kemudian penurunan lebih lanjut dari terapi dalam psikologi transpersonal adalah bagaimana agar si pasien bisa menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran dan tubuhnya. Langkah penyadaran diri ini ditempuh dengan pertama kali seorang klien mengidentifikasi proses dan mekanisme di dalam tubunya secara sadar. Terapi seperti ini dinamakan biofeedback. Pada daerah-daerah tertentu dipasang sensor elektronik, misalnya pada otot-otot tubuh. Sinyal elektronik ini diamplikasi menjadi bunyi atau nyala lampu, sehingga klien bisa melihat dan mendengar perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam kondisi normal ataupun abnormal, manakala ia memberikan semacam perubahan dalam proses fisiologi internal dirinya. Dalam beberapa penelitian, terbukti biofeedback sangat efektif untuk tujuan relaksasi tubuh. Menurunkan tingkat stress, dan gangguan-ganguan psikosomatis. Jantung berdebar, napas tidak teratur, tekanan darah tinggi adalah jenis-jensi penyakit psikosomatis yang berhasil disembuhkan dengan terapi ini. Jenis terapi lainnya dengan tujuan yang sama, untuk relaksasi, ialah meditasi. Tentunya ada beberapa tingkatan meditasi, mulai dari hanya mengatur irama napas, sampai kepada meditasi tingkat tinggi yang membuka kesadaran-kesadaran di luar kondisi normal (altered states of consciousness).
                Ada juga terapi medan energi, seperti chikung, chkara, aura, yang merupakan badan energi atau benda mental yang juga sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan mental seseorang. Biofeedback dan meditasi adalah jenis-jenis psikoterapi yang sangat umum dipakai oleh para ahli psikologi transpersonal. Tapi ada kecenderungan belakangan ini, terapi yang dipakai sudah agak meluas. Misalnya di Anand Ashram, selain meditasi dan yoga, juga dibarengi dengan terapi menggunakan musik, terutama musik-musik religius, wangi-wangian (aromaterapi) dan visualisasi. Bahkan lebih jauh lagi, teknik-tenik yang biasa digunakan oleh para mistikus dari agama-agama lainnya, juga digunakan untuk terapi mental, seperti zikir, bacaan Kitab Suci, mantra, doa dll.[11]
H.    Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa (Transpersonal Psikologi)
Dalam percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Hal ini cukup beralasan, mengingat dalam substansi pembahasannya, tasawuf selalu membicarakan persoalan-persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Dalam jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia yang muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah, tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim.
Dalam hubungan tasawuf dibicarakan hubungan jiwa dengan badan. Tujuan dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya, pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan prilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, muncullah kategori-kategori perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut dengan akhlak orang yang baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkan jelek, ia disebut sebagai orang yang jelek. 
Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hwani atau nabati yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku hewani atau nabati pula,. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku insani pula.
Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, dapat berarti bahwa hakikat, zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual atau kejiwaannya. Penekanan unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak berarti para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani memerlukan jasmani dalam melaksanaakan kewajibannya beribadah kepada Allah SWT.dan menjadi khalifah-Nya di bumi. Beramal baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan pada kehidupan rohani yang baik. Pandangan kaum sufi mengenai jiwa, erat hubungannya dengan ilmu kesehatan mental. Ilmu kesehatan mental merupakan bagian dari ilmu jiwa (psikologi).
Dalam masyarakat belakangan ini, istilah mental tidak asing lagi. Orang-orang dapat menilai apakah seseorang itu baik mentalnya atau tidak. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai nama lain kata personality, (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.
Masalah mental ini telah menarik perhatian para ahli dibidang perawatan jiwa, terutama dinegara-negara yang telah maju. Merekapun melakukan penelitian-penelitian ilmiah yang menghubungkan antara kelakuan dan keadaan mental. Mereka menemukan hasil-hasil yang memberikan kesimpulan tegas, yang membagi manusia pada dua golongan besar, yaitu golongan yang sehat dan golongan yang kurang sehat.
Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidfup karen dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara membawanya pada kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahaan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.
Pada perilaku orang sehat mental akan tampak sebuah sikap yang tidak ambisius, tidak sombong, rendah diri dan apatis, tetapi ia adalah wajar, menghargai orang lain merasa percaya pada diri sendiri, dan selalu gesit. Setiap tindak-tanduknya ditunjukan untuk mencari kebahagiaan bersama, bukan kesenangan dirinya sendiri; kepandaian, dan pengetahuan yang dimilikinya digunakan untuk manfaat dan bukan untuk bermegah-megahan dan mencari kesenangan sendiri, tanpa mengidahkan orang lain, tetapi untuk menolong orang miskin dan melindungi orang lemah.[12]
Sementara, cakupan golongan yang kurang sehat mentalnya sangatlah luas, mulai yang paling ringan sampai yang paling berat; dari orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya sampai orang yang sakit jiwa. Gejala-gejala umum yang tergolong kurang sehat dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
1.      Perasaan, yaitu perasaan yang terganggu, selalu tidak tentram, gelisah tidak tentu yang digelisahkan, tetapi tidak pula menghilangkannya (anxiety), rasa takut yang tidak masuk akalatau tidak jelas yang ditakuti itu apa (phobi),rasa iri, sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri, sombong, suka bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggung jawab, dan sebagainya.
2.      Pikiran, yaitu gangguan terhadap kesehatan mental, dapat pula mempengaruhi pikiran, misalnya anak-anak menjadi bodohdi sekolah, pemalas, pelupa, suka membolos, tidak dapat kosentrasi, dan sebagainya. Demikian pula, orang dewasa mungkin bahwa kecerdasannya telah merosot, ia merasa kurang mampu melanjutkan sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhi orang lain, menjadi pemalas, apatis dan sebagainya.
3.      Kelakuan, yaitu pada umumnya kelakuan-kelakuan yang tidak baik, seperti kenakalan, keras kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang lain, membunuh, merampok dan sebagainya yang menyebabkan orang lain mendertia, haknya teraniaya, dan sebagainya termasuk pula akibat dari keadaan mental yang terganggu kesehatannya.
4.      Kesehatan, yaitu jasmaninya dapat terganggu, bukan karena adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi rasanya sakit akibat jiwa tidak tentram, penyakit yang seperti ini disebut psycho-somatic. Diantara gejala penyakit ini, yang sering terjadi seperti saki kepala, merasa lemas, letih, sering masuk angin, tekanan darah tinggi atau rendah, jantung, sesak nafas, sering pingsan, bahkan sampai sakit yang lebih berat, lumpuh sebagian anggota badan, lidah kelu, dan sebagainya. Hal yang penting diperhatikan adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.

Berbagai penyakit tersebut  akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yaitu hati yang jauh dari tuhannya. Ketidaktenangan itu akan muncul penyakit-penyakit mental, yang pada gilirannya akan menjelma menjadi prilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma umum yang disepakati.
Harus diakui, jiwa manusia sering sakit. Ia tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan perjalanan menuju Allah SWT dengan benar.jiwa manusia juga membutuhkan prilaku (moral) yang luhur, sebab kebahagiaan tidak akan dapat diraih tanpa akhlak yang luhur, juga tidak dapat menjadi milik, tanpa melakukan perjalanan menuju Allah SWT.
Bagi orang yang dekat dengan tuhannya, yang akan tanpak dalam kepribadiaannya adalah pribadi-pribadi yang tenang, dan prilakunya pun akan menampakan prilaku atau akhlak-akhlak yang terpuji. Semua ini akan bergantung pada kedekatan manusia dengan tuhannya. Adapun pola kedekatan manusia dengan tuhannya, inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf. Dari sinilah, tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa atau ilmu kesehatan mental.[13]


BAB III
KESIMPULAN
 Psikologi Transpersonal dikembangkan oleh tokoh dari psikologi humanistik antara lain : Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistik.
Sebuah definisi yang dikemukakan oleh Shapiro yang merupakan gaubungan dari berbagai pendapat tentang psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Rumusan di atas menunjukkan dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena kesadaran manusia. The altered states of consciousness adalah pengalaman seorang melewati kesadaran biasa misalnya pengalaman memasuki dimensi kebatinan, keatuan mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi.
Psikologi transpersonal seperti halnya psikologi humanistik menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia yang ternyata mengandung potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi kontemporer. Perbedaannya dengan psikologi humanistik adalah bila psikologi humanistik menggali potensi manusia untuk peningkatan hubungan antar manusia, sedangkan transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-ransendental, serta pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini. Kajian transpersonal ini menunjukkan bahwa aliran ini mencoba mengkaji secara ilmiah terhadap dimensi yang selama ini dianggap sebagai bidang mistis, kebatinan, yang dialami oleh kaum agamawan (kyai, pastur, bikhu) atau orang yang mengolah dunia batinnya.
Tak bisa dipungkiri kalau psikologi transpersonal ini sangat berhubungan dengan tasawuf yang dimana di dalam psikologi transpersonal ini membahas tentang suatu pengalaman spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
Rosihan Anwar
2010    Akhlak Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung.
Rosihan Anwar dan M Solihin.
2011    Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung.
Ujam Jaenuddin
2012    Psikologi Transpersonal, Pustaka Setia, Bandung.
Yulianti, Erba Rozalina.
Buku Pegangan Psikiologi Transpersonal  jilid I: Fakultas Ushuluddin, Universitas Isalam Negeri Sunan Gunung Djati
Http://konsper.blogspot.com/2009/12/teori-psikologi-transpersonal-by.html(diakses: 28 maret 2013, pukul. 19:20)



[1] Erba Rozalina Yulianti, Buku Pegangan Psikiologi Transpersonal : jilid I (Fakultas Ushuluddin, Universitas Isalam Negeri Sunan Gunung Djati), hlm. 4.
[2] Ujam Jaenuddin, Psikologi Transpersonal, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 26
[3] Erba Rozalina Yulianti, Buku Pegangan Psikiologi Transpersonal…, hlm. 5.
[4] Ujam Jaenuddin, Psikologi Transpersonal… , hlm. 25-26.
[5] LSD pertama kali disintesis oleh Albert Hofmann pada tahun 1938 dari ergot, sebuah jenis jamur. LSD digunakan untuk mengobati ketergatungan, perawatan untuk depresidan menghentikan sakit kepala. LSD juga digunakan untuk psikoterami selama tahun enam puluhan. Sebuah studi dokter di inggris yang merawat pasien mereka dengan obat, menunjukan mayoritas dari mereka percaya substansi efektif dan aman mengobati pasien. Obat ini juga terbukti menjadi pereda nyeri yang efektif untuk sakit kronis.
[6] Erba Rozalina Yulianti, Buku Pegangan Psikiologi Transpersonal…, hlm. 7-8.
[7] Ujam Jaenuddin, Psikologi Transpersonal… , hlm. 24-25.
[8] Erba Rozalina Yulianti, Buku Pegangan Psikiologi Transpersona…, hlm.16-21
[9] Erba Rozalina Yulianti, Buku Pegangan Psikiologi Transpersonal…, hlm.12.
[10] http://konsper.blogspot.com/2009/12/teori-psikologi-transpersonal-by.html(diakses: 28 maret 2013, pukul. 19:20)

[12] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 222.
[13] M. solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 107

0 komentar:

Posting Komentar

Romi Syahrurrohim. Diberdayakan oleh Blogger.